Jumat, 27 Mei 2011

Laporan Kunjungan ke SLB Zinnia

Tugas Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa
Analisis : Educational Interventions (Bagian Reza)



LAPORAN KUNJUNGAN SEKOLAH LUAS BIASA ZINNIA
Tebet Jakarta Selatan

Kunjungan ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Zinnia dilakukan pada hari Jumat tanggal 18 Februari 2011. Kunjungan ini dilakukan oleh keenam orang anggota kelompok yang ditugaskan melakukan observasi ke SLB Tuna Rungu. SLB Zinnia yang dikunjungi adalah SLB yang terdiri dari SLB B (tuna rungu) dan SLB C (tuna grahita). Total jumlah siswa di SLB Zinnia adalah 67 orang, yaitu terdiri dari 16 orang tuna rungu (8 perempuan, 8 laki-laki) dan 51 orang tuna grahita. SLB Zinnia memiliki 15 orang guru, 9 pegawai negeri, dan 6 pegawai swasta.
Biaya pendidikan di SLB tersebut Rp 25.000/bulan. Tapi ada beberapa anak yang dibebaskan uang sekolahnya dengan bantuan dana BOS (Bantuan Operasional Siswa). Satu kelas hanya terdiri dari empat sampai enam orang. Kapasitas masing-masing kelasnya sedikit karena dibutuhkan pendekatan secara individu pada masing-masing anak. Rentang pendidikan di SLB ini beragam, mulai dari TK sampai SMP. Rentang usia murid-muridnya juga beragam, bahkan ada yang sampai berusia 21 tahun, tetapi masih duduk di bangku SMP. Kurikulum SLB kurang lebih sama dengan kurikulum sekolah umum. SLB juga mengadakan ujian akhir sekolah dan ujian akhir nasional dengan menggunakan paket A, B, atau C.
Aktivitas belajar-mengajar di kelas dilakukan setiap hari Senin sampai Jumat dari pukul 8.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Namun ada beberapa kelas yang jam pulangnya lebih awal yaitu pukul 10.30 dan 11.00. Hal ini karena anak-anak tersebut memiliki daya tahan fisik yang berbeda. Setiap hari Jumat dilaksanakan kegiatan ekstra-kurikuler yaitu berupa kegiatan olahraga dan seni.
Anak tuna rungu dan tuna grahita dipisah dalam kelas yang berbeda karena jika digabung, anak tuna grahita yang awalnya tidak mengalami kecacatan pendengaran akan meniru anak tuna rungu menggunakan bahasa isyarat. Aktivitas di kelas juga berupa belajar bahasa isyarat dan baca gerak bibir. Anak bukan menghafal kata, namun huruf. Pengajarannya juga dilakukan dengan cara satu per satu, tidak bisa terlalu cepat dalam pemberian materi pada anak. Sistem pengajarannya dimulai dengan mengajarkan bahasa isyarat, kemudian menanamkan konsep tentang istilah. Pada proses penanaman konsep ini, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat mereka bisa mengerti. Pelajaran yang sulit adalah yang berkaitan dengan konsep bahasa, sedangkan untuk pelajaran matematika masih bisa mereka mengerti dengan mudah. Meskipun tidak bisa bicara, tapi di kelas mereka aktif mengobrol dengan temannya menggunakan bahasa isyarat.
Hari diadakannya kunjungan bertepatan dengan hari perayaan Maulid Nabi yang dilaksanakan di SLB Zinnia. Pada peringatan Maulid Nabi ini dilaksanakan acara tukar kado yang bertujuan untuk mendidik anak agar saling memberi dan menerima. Acara ini dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur`an dan terjemahannya oleh siswa SLB tersebut. Kemudian salah satu guru mengajak dan memimpin anak-anak tersebut untuk bershalawat dan menyanyikan lagu islami bersama-sama.
Guru juga memberikan kesempatan kepada anak-anak tersebut secara bergiliran untuk membaca hafalan surat pendek mereka. Kemudian guru mengadakan tanya-jawab dengan anak-anak tersebut tentang sejarah hidup Nabi Muhammad. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan self esteem mereka



Educational Interventions

Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua dari anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan bahwa salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami dengan lebih baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Smith (2001) bahwa program pendidikan juga membantu keluarga dari anak tuna rungu sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik dan memenuhi kebutuhan khusus dari anggota keluarga yang mengalami tuna rungu.
Anak yang mengalami tuna rungu membutuhkan pendidikan yang intensif (Smith, 2001). Untuk hal ini, Sekolah Luar Biasa Zinnia membatasi jumlah kapasitas per kelasnya. Satu kelas hanya terdiri dari empat sampai enam orang siswa agar proses pengajaran berjalan lebih intensif dan efektif. Smith (2001) juga menjelaskan bahwa pendidikan harus dimulai dari lahir atau pada saat seorang anak diketahui kehilangan pendengarannya, dan semua keluarga harus dilibatkan, termasuk guru dan professional lain dalam melatih siswa agar lebih efektif. Oleh karena itu, Sekolah Luar Biasa Zinnia juga mengharapkan adanya partisipasi aktif dari orang tua ataupun anggota keluarga lainnya untuk ikut memberikan pendidikan dan pelayanan khusus bagi anak-anak yang mengalami tuna rungu di luar jam sekolah.
Anak-anak tuna rungu yang sudah mendapatkan bimbingan khusus dari keluarganya sebelum ia dimasukkan ke Sekolah Luar Biasa akan mengalami proses adaptasi yang lebih cepat dan baik saat mereka mulai masuk ke Sekolah Luar Biasa. Smith (2001) menjelaskan bahwa program preschool yang baik akan memberikan dampak positif sepanjang kehidupan anak. Identifikasi dan implementasi dini dari program preschool memperkenankan anak tuna rungu untuk mengembangkan bahasa pada tahap yang benar dari kehidupan mereka.
Pada Sekolah Luar Biasa Zinnia, aktivitas di kelasnya berupa belajar bahasa isyarat dan membaca gerak bibir. Proses ini disesuaikan dengan kebutuhan murid tersebut. Anak yang masih memiliki sisa pendengarannya akan diberikan oral-only approach. Menurut Smith (2001), pada oral-only approach anak diajarkan untuk menggunakan sebanyak mungkin sisa pendengarannya. Oral approach tidak memperbolehkan anak menggunakan banyak bentuk manual communication, seperti fingerspelling (ejaan jari) dan sign (isyarat) karena mereka masih memiliki sisa pendengaran. Pandangan ini didasarkan pada teori bahwa penggunaan ejaan jari dan bahasa isyarat akan mengurangi atau menghambat perolehan bahasa dan bicara anak (Mangunsong, 2009). Semakin tinggi inteligensi seorang anak, semakin mampu ia menebak dengan baik apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya. Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah penerangan (cahaya), jarak antara anak tunarungu dengan lawan bicaranya, tipe aktivitas, kebiasaan/keakraban anak terhadap materi yang dibicarakan dan perbedaan individu akan mempengaruhi ketepatan membaca ujaran (Mangunsong, 2009).
Selain oral approach, juga ada beberapa pendekatan lainnya seperti total communication approach, cued speech, dan bilingual-bicultural approach. Menurut Smith (2001), total communication approach menggabungkan aspek oral speech dan manual communication. Total communication approach lebih mudah dan efektif bagi anak yang memiliki gangguan pendengaran berat dan tuli (Mangunsong, 2009). Total communication approach mencakup gerakan-gerakan, suara yang diperkeras, berbicara, membaca ujaran, ejaan jari, bahasa isyarat, membaca dan menulis (Mangunsong, 2009). Filosofi di balik pendekatan ini adalah bahwa setiap anak harus dapat menggunakan apa pun media yang tersedia untuk belajar dan memahami pesan yang disampaikan (Smith, 2001)SimaBaca secara fone (Smith, 2001xcbascbac
Pendekatan selanjutnya yaitu cued speech. Menurut Smith (2001) cued speech menggunakan isyarat tangan untuk mengiringi oral speech. Isyarat tangan ini membantu anak untuk membaca bibir. Menurut Mangunsong (2009), bagi anak tuna rungu, sistem komunikasi ini lebih mudah. Mereka tidak mengalami frustasi karena mampu mengungkapkan keinginan dan isi hatinya melalui bahasa isyarat dan ejaan jari. Lebih mudah baginya menguasai sistem komunikasi manual daripada sistem komunikasi oral. Sekolah Luar Biasa Zinnia juga menerapkan pendekatan ini. Anak-anak diajarkan untuk menggunakan ejaan tangan dan bahasa isyarat.
Pendekatan yang baru diperkenalkan adalah Bilingual-bicultural approach. Pendekatan ini diperkenalkan oleh Cindy Bailes (1999). Metode ini menunjukkan bagaimana bahasa inggris diajarkan sebagai bahasa kedua dengan menggunakan ASL. Sekolah Luar Biasa Zinnia belum menerapkan pendekatan ini kepada murid-muridnya karena masih lebih memfokuskan kepada bahasa Indonesia yang biasa digunakan anak dalam kehidupan sehari-hari. Alasan lain dari belum digunakannya pendekatan ini adalah ditakutkan akan membuat anak semakin bingung dan masih kurangnya sarana pendukung.

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum kak. Saya adel. Kaka ketika observasi ke sekolah slb zinnia. Mengajukan surat lewat email. Atau datang langsung kak?

    BalasHapus