Jumat, 26 November 2010

Perubahan Tingkah Laku melalui Instrumental Conditioning (Tugas Psikologi Belajar Smstr.3)

Perubahan Tingkah Laku di Kampus


Perubahan tingkah laku yang dipilih adalah perubahan tingkah laku dari buruk menjadi baik yang terjadi di lingkungan kampus. Tingkah laku tersebut adalah kebiasaan terlambat yang berubah menjadi kebiasaan untuk datang tepat waktu. Pada awalnya, mahasiswa sering terlambat. Ketika mahasiswa tersebut bertemu dengan dosen yang sangat disiplin, mahasiswa akhirnya juga berubah menjadi ikut disiplin.

Kondisi awal :
Ruang kelas (Modulator)


dosen tidak disiplin   --->  datang terlambat   ---->     boleh masuk kelas
      (stimulus)                     (respon)                     (outcome/reinforcement)


Saat mahasiswa tersebut mendapat kelas dengan dosen yang disiplin, mahasiswa pun berubah menjadi disiplin. Hal ini terjadi karena dosen yang dispilin menerapkan aturan bahwa mahasiswa yang terlambat tidak boleh masuk kelas untuk mengikutin perkuliahan.


Proses belajar :


dosen disiplin   --->    datang terlambat   --->   tidak boleh masuk kelas
(stimulus)                        (respon)                    (outcome/punishment)




Kejadian ini membuat mahasiswa belajar untuk disiplin. Sehingga datang tepat waktu juga diterapkan oleh mahasiswa tersebut pada dosen yang lainnya (stimulus generalization). Namun bisa saja terjadi extinction, yaitu di saat mahasiswa di semester selanjutnya tidak bertemu dengan dosen yang disiplin atau lebih banyak mendapat kelas dengan dosen yang tidak dispilin.

Kamis, 25 November 2010

UTS Psikologi Pendidikan : Analisis Tokoh dalam Film Laskar Pelangi (Smstr.3)

Analisis Tokoh dalam Film Laskar Pelangi
(Lintang)



Alasan Pemilihan Tokoh

            Tokoh Lintang dipilih sebagai tokoh yang akan dianalisis karena penulis menganggap banyak hal yang bisa dikaji dari seorang Lintang dengan kepribadian dan kehidupannya yang menarik. Motivasinya yang sangat besar dalam mencapai tujuannya menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Kehidupannya yang penuh dengan keterbatasan, sedikitpun tidak menggoyahkan semangatnya. Kepribadiannya yang menawan disertai dengan kecerdasannya, kemampuan bersosialisasi yang baik dan kematangan dalam berbagai segi perkembangannya, membuat ia benar-benar bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi teman-teman sebayanya.


       Analisis

Lintang sebagai tokoh yang dipilih untuk dianalisis dianggap memiliki beberapa hal positif yang membuat ia bisa menjadi seorang anak yang memiliki prestasi akademis yang baik (over achievement) di sekolahnya. Aspek internal yang ada pada dirinya, seperti: kematangan perkembangan kognitif dan inteligensi, motivasi diri, serta kematangan pribadi, emosi, dan sosial mendukung ia untuk bisa meraih prestasi yang baik di sekolahnya.
Berawal dari motivasi, yaitu sesuatu yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku (Santrock, 2008), yang dimilikinya, Lintang pun melakukan berbagai usaha agar bisa meraih tujuannya untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Munandar, A.S. (2008), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Inilah yang terjadi pada Lintang. Saat ia menganggap bahwa pendidikan adalah sesuatu yang ia butuhkan, ia pun melakukan usaha untuk pencapaian tujuannya tersebut.
Hal ini terlihat dari begitu bersemangatnya ia untuk pergi mendaftarkan dirinya ke sebuah sekolah meskipun sekolah itu berada jauh dari rumahnya. Setiap pagi bersepeda ke sekolah tersebut dengan hati bahagia dan selalu berusaha untuk tidak terlambat meskipun rumahnya yang paling jauh. Motivasi yang dimilikinya mendorongnya untuk berbuat atau bertindak, menentukan arah perbuatan sehingga mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh, dan menyeleksi perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan dengan mengenyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi pencapaian tujuannya (Purwanto, 1999).
Motivasi intrinsik yang kuat, yang dimiliki Lintang, yaitu motivasi yang bersifat internal (berasal dari dalam diri) untuk melakukan sesuatu bagi kepentingan pribadinya (Santrock, 2008), membuatnya tidak pernah putus asa meski hidupnya penuh dengan keterbatasan. Saat ia harus belajar di rumah dan di sekolah dengan kondisi yang seadanya, harus melaksanakan kewajibannya mengurus rumah, mengasuh adik-adiknya, membantu ayahnya bekerja, semua ia lakukan dengan senang hati dan tanpa mengeluh. Sedangkan dukungan dari orang tua, teman-teman, dan guru-gurunya menjadi motivasi ekstrinsik bagi dirinya, yaitu motivasi yang bersifat eksternal (berasal dari luar diri) untuk melakukan sesuatu agar mencapai sesuatu yang lainnya (Santrock, 2008).
Persahabatan berkontribusi pada status teman sebaya dan memberikan beberapa manfaat yang antara lain: pertemanan, dukungan fisik, dukungan ego, dan keintiman atau kasih sayang (Parker & Asher, 1987 dalam Santrock, 2008). Persahabatan memberikan anak seorang teman akrab, seseorang yang bersedia untuk menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif. Hal ini benar-benar dirasakan Lintang bersama teman-teman sekolahnya. Mereka belajar bersama, bermain bersama, bersepeda bersama, menghabiskan waktu bersama-sama. Saat ia harus bekerja sama dengan teman-temannya dalam persiapan karnaval dan saat mempersiapkan diri untuk lomba cerdas cermat. Sebuah laskar pelangi adalah bukti keakraban mereka.
Selain itu, persahabatan juga memberikan dukungan fisik. Persahabatan memberikan sumber dan bantuan kapan pun dibutuhkan. Ini terlihat dari bagaimana Lintang membantu teman-temannya dalam belajar. Ia membantu Harun, murid yang mengalami keterbelakangan mental dan juga membantu mengajarkan teman-temannya saat buk Muslimah tidak masuk sekolah untuk mengajar.
            Dukungan ego juga menjadi manfaat dalam pertemanan. Persahabatan membantu anak merasa bahwa mereka adalah individu-individu yang berkompeten dan berharga. Selain itu, yang terpenting adalah dukungan sosial dari teman-temannya (Santrock, 2008). Hal ini dirasakan Lintang saat ia mengikuti lomba cerdas cermat. Teman-temannya mengakui bahwa ia memang berkompeten. Pengakuan dari teman dan gurunya membuat ia menjadi seseorang yang memiliki self esteem yang positif, harga diri (self esteem) merujuk pada pandangan individu tentang dirinya sendiri. Menurut Santrock (2008), harga diri juga disebut sebagai nilai diri (self worth) atau citra diri (self-image). Self worth adalah keyakinan bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk menghadapi dunia. Hal ini juga yang mempengaruhi prestasi Lintang di sekolahnya.
Persahabatan memberi anak-anak suatu hubungan yang hangat, penuh kepercayaan, dan dekat dengan orang lain (keintiman atau kasih sayang). Hal ini dirasakan Lintang saat ia berpamitan kepada teman-temannya dan gurunya ketika ia harus berhenti sekolah setelah kematian ayahnya. Hubungan yang hangat yang terjalin bersama teman-temannya membuat ia merasa dekat dengan temannya. Bahkan pada saat itu, Ikal sampai meneteskan air mata karena harus berpisah dengan Lintang, kehilangan seorang sahabat yang sebaik Lintang.
Para ahli perkembangan telah menemukan lima jenis status teman sebaya, yaitu anak populer, anak biasa, anak yang terabaikan, anak yang ditolak, dan anak yang kontroversial (Rubin, Bukowski, & Parker, 2006; Wentzel & Battle, 2001 dalam Santrock, 2008). Anak populer dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya mereka. Anak-anak populer memberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama, menjaga komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana adanya, menunjukkan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya diri tanpa bersikap sombong (Hartup, 1983 dalam Santrock, 2008).
Dalam film ini, Lintang dianggap sebagai anak yang populer. Kemampuannya di bidang akademis dan kemampuan bersosialisasinya yang baik membuat ia sangat dikagumi oleh teman-temannya. Rasa percaya diri tanpa bersikap sombong yang ia tunjukkan saat membuktikan jawaban hitung-hitungannya dalam lomba cerdas cermat juga menjadikannya sebagai seseorang yang populer dan dikagumi.
Selain motivasi, kematangan perkembangannya (perkembangan emosi, sosial, mental-intelektual, moral, minat, dan kepribadian) juga mempengaruhi prestasi Lintang di sekolah. Anak usia sekolah dasar sudah menyadari bahwa ia tidak dapat menyatakan dorongan dan emosinya begitu saja tanpa mempertimbangkan lingkungannya. Ia mulai belajar mengungkapkan perasaannya dalam perilaku yang dapat diterima secara sosial (Munandar, U. 1992). Perkembangan emosi ini terlihat pada diri Lintang. Saat ia harus berhenti sekolah setelah kematian ayahnya, ia mampu mengontrol emosinya dengan baik. Hal ini memperlihatkan bahwa Lintang sudah memiliki kematangan emosi yang baik.
Sejak masuk sekolah dasar, keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan diterima oleh kelompok sebaya makin meningkat. Untuk itu ia cenderung mengikuti nilai-nilai kelompok, walaupun hal ini kadang-kadang berarti harus menentang peraturan yang ada. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dari proses sosialisasi (Munandar, U. 1992). Perkembangan sosial ini juga terlihat pada diri Lintang di saat ia berusaha untuk bergabung dengan teman-temannya, bahkan pernah mengikuti teman-temannya untuk pergi ke gua, percaya dengan hal yang bersifat mistik padahal ia tau bahwa hal itu menentang peraturan yang ada.
            Ditinjau dari teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, anak sekolah dasar memasuki tahap operasi kongkret dalam berpikir. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama (Munandar, U. 1992). Perkembangan kognitif yang dimiliki Lintang juga tergolong baik. Hal ini terlihat dari pengetahuannya yang luas dan mampu menjawab pertanyaan temannya, menjelaskan apa itu pelangi, menjelaskan tentang buaya dan juga menjelaskan tentang kota Paris kepada Ikal.
Lintang juga mengalami perkembangan moral yang baik. Pada masa sekolah, pengertian anak tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam (berdiferensiasi) dan lentur (fleksibel), tidak sekaku seperti pada masa kanak-kanak. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu (Munandar, U. 1992). Perkembangan moral ini yang membuat Lintang bisa mengambil keputusan untuk berhenti sekolah. Ia tau bahwa hal itu tidak baik, namun dengan pertimbangan kondisinya yang sudah tidak mendukung, dimana ia memiliki kewajiban lain yaitu harus mengasuh adik-adiknya, ia pun akhirnya memutuskan untuk berhenti bersekolah.
            Dengan meluasnya cakrawala mental anak, minat-minatnya pun berkembang. Hal ini akan mempunyai dampak terhadap bentuk dan kedalaman (intensitas) aspirasinya. Minat menimbulkan kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari oleh minat, dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya (Munandar, U.1992). Minat Lintang dalam berhitung dapat tereksplorasi dengan baik. Hal ini terlihat dari kemampuannya berhitung secara cepat. Menunjukkan kalau ia memiliki perkembangan minat yang baik.
            Semua pengaruh yang didapatkan Lintang dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah, mendukung ia untuk bisa mengoptimalkan dirinya. Perkembangan kepribadiannya pun menjadi baik. Dengan memasuki sekolah dasar, kehidupan sosial anak meluas dan faktor-faktor baru mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Hal-hal yang amat menentukan perkembangan kepribadian anak ialah sejauh mana ia merasa diterima oleh orang lain (guru dan teman sebaya), sejauh mana ia mampu melakukan tugas-tugas perkembangannya, dan bagaimana prestasinya di sekolah (Munandar, U. 1992).
            Aspek-aspek internal yang dimiliki Lintang telah membuat ia bisa mengoptimalkan kemampuannya sehingga ia bisa meraih prestasi yang baik di sekolahnya. Kematangan perkembangan yang dimilikinya (perkembangan emosi, sosial, mental-intelektual, moral, minat, dan kepribadian) dan motivasinya (baik intrinsik maupun ekstrinsik) yang kuat membuat ia bisa menjadi seorang anak yang memiliki prestasi yang baik di sekolahnya.



Referensi :

Munandar, A.S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press

Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah
     Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Purwanto, M.N. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Santrock, J.W. 2008. Educational Psychology. USA: McGraw-Hill

Psikologi Belajar : Aplikasi Classical Conditioning (Smstr.3)



Classical Conditioning

Classical conditioning adalah proses pembelajaran yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov melalui percobaan yang dilakukannya kepada seekor anjing. Proses pembelajaran ini dimulai dengan menghadirkan UCS (Unconditioned Stimulus) yang nantinya akan menghasilkan UCR (Unconditioned Respon). UCS (Unconditioned Stimulus) adalah stimulus yang tidak dikondisikan. Dalam hal ini makanan yang menjadi UCS (Unconditioned Stimulus) nya. UCR (Unconditioned Respon) adalah respon yang tidak dikondisikan, yang merupakan hasil dari stimulus yang juga tidak dikondisikan. Dalam hal ini saliva (air liur) yang dikeluarkan oleh anjing tersebut merupakan UCR (Unconditioned Respon) nya.
Kemudian diadakan pemasangan antara CS (Conditioned Stimulus) dan UCS (Unconditioned Stimulus) yang nantinya akan menghasilkan UCR (Unconditioned Respon). CS (Conditioned Stimulus) adalah stimulus yang sudah dikondisikan dan dalam hal ini bel digunakan sebagai CS (Conditioned Stimulus) nya. Hasil dari penggabungan tersebut adalah UCR (Unconditioned Respon) yaitu berupa saliva (air liur). Hal ini dilakukan berkali-kali dan menjadi proses pembelajaran untuk anjing tersebut.
Setelah trial dilakukan berkali-kali, Pavlov pun mencoba menghadirkan bel saja yang menjadi CS (Conditioned Stimulus) nya tanpa diikuti oleh kehadiran makanan yang menjadi UCS (Unconditioned Stimulus) nya. Ternyata hal ini juga membuat anjing tersebut mengeluarkan saliva yang kemudian disebut sebagai CR (Conditioned Respon).
Hal ini terjadi karena adanya proses pembelajaran dimana anjing tersebut menganggap bahwa kehadiran bel tersebut menandakan bahwa makanan juga akan datang. Bel yang semula menjadi sesuatu yang netral, setelah dipasangkan berkali-kali dengan makanan, akhirnya menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan respon berupa saliva.
Proses pembelajaran tingkah laku yang pernah saya alami dalam hidup saya berdasarkan prinsip clasissal conditioning ini adalah perasaan takut ketika melihat dokter. Padahal sebenarnya yang ditakuti bukanlah dokternya tetapi suntik yang sebelumnya sudah menjadi sesuatu yang ditakuti. Namun pada suatu saat dimana dokter dipasangkan dengan suntik, saya menjadi beranggapan bahwa kehadiran dokter nantinya akan diikuti oleh kehadiran suntik. Kejadian ini terjadi disaat saya duduk di bangku kelas tiga SD (Sekolah Dasar). Saat itu usia saya sembilan tahun.
Pada suatu hari sekolah saya didatangi oleh para dokter dan suster yang ingin melakukan imunisasi vaksin cacar. Saat melihat dokter tersebut masuk ke kelas saya, perasaan saya biasa-biasa saja, tanpa ada rasa takut. Dokter tersebut memberikan pengarahan dan kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari kotak yang dibawanya. Setelah melihat isi dalam kotak tersebut adalah suntik, saya pun menjadi takut dan mulai berkeringat. Tak lama kemudian nama saya pun dipanggil untuk ke depan dan siap untuk disuntik.
Rasa takut yang saya miliki membuat saya akhirnya jatuh pingsan beberapa saat setelah disuntik. Kemudian saya di bawa ke rumah sakit yang letaknya persis di depan sekolah saya. Semenjak hari itu, saya menjadi takut dengan seorang dokter. Hal ini membuat saya selalu tidak mau diajak ke dokter saat sakit. Meskipun sebenarnya sakit yang saya alami tidak memerlukan penyuntikan, seperti batuk dan pilek. Selain itu, saya juga takut jika melihat seorang dokter datang berkunjung ke sekolah saya. Saya bahkan sempat cabut dari sekolah setelah melihat ada kunjungan dokter di sekolah saya. Padahal, dokter tersebut hanya mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah, bukan datang untuk melakukan penyuntikan.
Jika dikaitkan dengan teori pembelajaran classical conditioning, dapat dikatakan bahwa suntik menjadi UCS (Unconditioned Stimulus) nya dan emosi takut terhadap suntik menjadi UCR (Unconditioned Respon) nya.
Kemudian diadakan pemasangan antara CS (Conditioned Stimulus) dan UCS (Unconditioned Stimulus) yang nantinya akan menghasilkan UCR (Unconditioned Respon). Dalam hal ini dokter berfungsi sebagai CS (Conditioned Stimulus) nya. Hasil dari penggabungan tersebut adalah UCR (Unconditioned Respon) yaitu rasa takut yang diikuti pengeluaran keringat.
            Proses ini tidak terjadi berkali-kali atau tanpa harus mengalami beberapa kali trial. Namun karena merupakan suatu kejadian yang bersifat traumatik, maka kejadian itu cukup memberikan efek yang besar. Sehingga akhirnya kehadiran dokter yang tanpa diiringi oleh suntik pun menjadi sesuatu yang menghasilkan emosi takut.
Hal ini terjadi saat saya dipaksa untuk ke dokter karena saya mengalami sakit perut dan diare. Saat tiba di rumah dokter dan bertemu dengan dokter tersebut, saya pun menjadi takut meskipun dokter tersebut tidak menyuntik saya.
Proses extinction pun terjadi saat saya sudah beberapa kali ke dokter untuk berobat ringan tanpa disuntik seperti batuk, flu, dan demam. Saya hanya diberi obat tanpa harus diadakan penyuntikan. Proses extinction adalah berkurangnya kekuatan CR (Conditioned Respon), bahkan bisa menjadi hilang, yang diakibatkan seringnya CS (Conditioned Respon) tidak lagi dipasangkan dengan UCS (Unconditioned Respon).
Spontaneous recovery juga sempat terjadi dalam hidup saya, yaitu saat saya diduga mengalami sakit tipus dan harus diadakan pengambilan darah melalui suntik. Dimana beberapa saat setelah saya disuntik, saya merasa pusing, mual, dan muntah kemudian jatuh pingsan. Spontaneous recovery terjadi apabila respon yang sudah hilang akan muncul kembali ketika subjek berada pada situasi yang sama dengan situasi belajar terdahulu.  Hal ini membuat rasa takut untuk pergi berobat ke dokter terjadi lagi.
Namun akhirnya rasa takut itu mengalami extinction lagi di saat saya terpaksa harus ke dokter untuk berobat beberapa kali lagi sampai saya akhirnya sembuh dari penyakit tipus. Sampai sekarang saya tidak mengalami ketakutan lagi saat harus berobat ke dokter. Selain karena saya tahu bahwa berobat ke dokter tidak harus selalu disuntik, saya juga sudah mengalami kekebalan dalam suntik. Saya bahkan tidak menjadi takut lagi dengan suntik. Ini terjadi seiring dengan perkembangan teknologi yang sudah digunakan sekarang. Dimana alat medis yang digunakan sudah memiliki kualitas yang lebih baik, baik dari segi jarum suntiknya, maupun bius yang digunakan. Para dokter yang ada pada masa sekarang juga sudah mengalami peningkatan skill sehingga tau bagaimana cara menyuntik yang paling tepat, yang membuat pasien tidak mengalami kesakitan atau setidaknya bisa mengurangi rasa sakit saat disuntik.

Referensi :
Domjan, M.2010.The Principles of Learning and Behavior.USA: Wadsworth Cengage Learning

Rangkuman Perbedaan dalam Ukuran dan Struktur Otak (Tugas FAAL Smstr.2)

Perbedaan dalam Ukuran dan Struktur Otak


Ahli saraf belakangan ini meneliti otak dari Albert Einstein. Mereka menemukan bahwa total ukuran otak Albert adalah standar. Einstein memiliki perbandingan glia yang di atas rata-rata untuk sel saraf dalam suatu area otak (M.C. Diamond, Scheibel, Murphy, & Harvey, 1999).
A.      Perbandingan antar Spesies
Semua otak mamalia memiliki pengelompokan yang sama yaitu visual korteks, auditori korteks, dan komponen lain yang berada dalam lokasi yang relatif sama. Otak mamalia yang terbesar adalah sama dengan 100.000 kali dari ukuran otak mamalia yang terkecil. Banyak orang berpendapat bahwa inteligensi bergantung pada perbandingan otak dan tubuh. Ilustrasi hubungan antara logaritma massa tubuh dan logaritma massa otak pada berbagai vertebrata diperlihatkan oleh Jerison, 1985.
 Pada umumnya, log massa tubuh adalah sebuah peramalan baik dari log massa otak. Tercatat bahwa primata pada umumnya, manusia pada khususnya, memiliki perbandingan massa otak dan massa tubuh yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tergolong makhluk yang cerdas. Namun, teori ini menemui kesalahan saat diterapkan pada monyet. Ukuran tubuh monyet yang kecil dan ukuran otaknya yang besar menyebabkan perbandingan antara tubuh dan otak monyet besar. Bahkan lebih besar dari perbandingan antara tubuh dan otak manusia. Hal ini tidak berarti bahwa monyet lebih cerdas dari manusia.

B.       Perbandingan antara Sesama Manusia
Sebuah penelitian menemukan bahwa kemiripin antara monozigotik lebih besar daripada kembaran dizigotik untuk kedua ukuran otak dan skor IQ (Pennington et al., 2000). Yang lebih penting lagi, dua penelitian menemukan adanya korelasi yang kuat antara volume otak pada kembaran monozogotik dan skor IQ pada kembaran lain (Pennington et al., 2000; Pol et al., 2006). Hasil ini menunjukkan bahwa gen mengontrol ukuran otak juga hubungan dengan IQ. Kebanyakan gen telah diidentifikasikan bahwa penampilannya mempengaruhi tampilan intelektual dan ukuran dari satu atau lebih area otak. (Peper, Brouwer, Boomsma,Kahn, & Hulshoff, 2007). Namun, sejauh ini, tidak seorangpun berhasil menidentifikasikan beberapa gen tunggal dengan sebuah pengaruh yang besar.

C.       Perbandingan antara Laki-Laki dan Perempuan
Meskipun IQ berhubungan positif dengan ukuran otak laki-laki atau perempuan dengan terpisah, rata-rata laki-laki memiliki otak yang lebih besar daripada perempuan tapi IQ nya sama (Gilmore et al., 2007; Willerman, Schultz, Rutledge, & Bigler 1991). Tentunya area otak laki-laki relatif lebih luas daripada perempuan (Cahill, 2006; J.M.Goldstein et al., 2001). Sebagai contoh: pada umumnya, perempuan memiliki berat jenis neuron yang lebih besar pada bagian lobus temporal (Witelson, Glezer, & Kigar, 1995). Ukuran lapisan temporal kiri melebihi yang kanan dengan persentasi yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan (Good et al., 2001). Hipokampus cenderung lebih luas pada perempuan, sedangkan amigdala lebih luas pada laki-laki (Cahill, 2006). Ketajaman visual korteks berbeda pada laki-laki dan perempuan (Amunts et al., 2007). Karena adanya perbedaan kematangan area otak pada waktu dan kecepatan yang berbeda, ini memungkinkan untuk memiliki otak yang pada satu sisi sifatnya “male-typical” dan sisi lain “female-typical” (Woodson & Gorski, 2000). Perempuan rata-rata sulcinya lebih banyak dan lebih dalam pada permukaan korteks, khususnya pada area frontal dan pariental (Luders et al., 2004).

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengamati perbedaan otak antar spesies, antar individu, dan antar gender. Penelitian yang menurut saya paling menarik adalah penelitian tentang perbedaan dalam aspek tingkah laku pada laki-laki dan wanita yang disebabkan oleh kerja otak. Dimana orang mempercayai bahwa perempuan lebih banyak berbicara daripada laki-laki. Pada penelitian tersebut peneliti menilai bahwa rata-rata perempuan mengucapkan 16.215 kata per hari sedangkan laki-laki 15.669 kata per  hari.
Penelitian lain yang juga menarik adalah penelitian yang menjelaskan korelasi antara skor IQ dengan area khusus pada otak. Peneliti menggunakan MRI untuk mengukur ukuran area substansi abu-abu dan substansi putih sepanjang otak pada mahasiswa yang berusia 23 tahun pada suatu kampus dan usia 24 tahun pada kampus lain. Area yang tersoroti merah menunjukkan korelasi yang lebih signifikan dengan IQ dan penyorotan kuning menunjukkan adanya korelasi yang lebih kuat.

Referensi : Kalat, J. W. (2009). Biological Psychology (10th ed.). Belmont, CA: Thomson Wadsworth

Analisis Cerita Rakyat : Simardan Anak Durhaka (Tugas Individu,Kebudayaan,dan Masyarakat Smstr.2)

Cerita Rakyat Sumut : Simardan Anak Durhaka

Cerita Simardan sebagai anak durhaka yang berasal dari Sumatera Utara ini menceritakan bagaimana seorang anak yang tidak mau mengakui ibunya. Kesombongan yang menjadikan ia bertingkah laku seperti itu. Disaat ia sudah menjadi orang yang berhasil di perantauan, ia melupakan masa lalunya bahkan ibunya sendiri. Bukan hanya itu saja, ia juga bersikap kasar kepada ibunya dengan menolak tubuh ibunya hingga terjatuh saat ia kembali ke negeri asalnya bersama istrinya yang cantik dan kaya raya.
Menganalisis kasus ini dari segi psikologis, kami mencoba menghubungkannya dengan konsep yang dikemukakan oleh Ibn Qayyim al-Jawziyyah yaitu seorang ilmuwan psikologi yang juga merupakan ahli fiqh dan muhaddits. Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, hakekat eksistensi diri manusia itu ada pada ruh dan hatinya bukan pada jasad dan badannya. Jika dihubungkan dengan cerita Simardan Anak Durhaka, dapat diketahui bahwa yang menjadikan Simardan bertingkah laku kasar kepada ibunya adalah hatinya yang telah ternoda. Hatinya telah ternodai dengan rasa sombong dan angkuh.
            Ibn Qayyim al-Jawziyyah (dalam Asas-asas Pendidikan Islam, 1987), menjelaskan bahwa ada empat unsur pada konstitusi manusia yang menyebabkan juga ada empat macam unsur watak manusia. Keempat unsur tersebut tidak berkembang sekaligus tetapi satu demi satu pada tahap perkembangan yang berlainan. Unsur pertama yang diciptakan adalah unsur kehewanan, yaitu nafsu atau syahwat. Tujuannya adalah agar manusia mencapai kesehatan badan, sebagai alat dari ruh, dengan demikian umat manusia akan kekal. Misalnya makan, minum, tidur, dan seks. Unsur kedua adalah kebuasan, yaitu sifat marah. Tujuannya adalah menjaga dari segala yang dapat melukai jasmani. Unsur ketiga adalah unsur kenakalan. Diperkenalkan pada sekitar umur tujuh tahun. Unsur terakhir adalah penjelmaan unsur ke-Tuhanan. Unsur ini hadir dalam ruh semenjak ia diciptakan disebabkan ia adalah wujud ke-Tuhanan.
            Melihat tingkah laku yang dikeluarkan oleh Simardan, kita dapat mengetahui bahwa unsur yang berkembang dengan tidak selayaknya atau berada diluar kendalinya adalah unsur kebuasan yang dimilikinya. Ketidakmampuan Simardan dalam mengolah unsur kebuasannya membuatnya menjadi seseorang yang emosional dan bertingkah laku kasar. Bertindak tanpa pemikiran yang dalam terlebih dahulu. Ia tidak berpikir terlebih dahulu bahwa yang dihadapannya itu adalah ibunya sebelum ia berlaku kasar.
Hal lain yang menurut kami bisa menjadi penyebab Simardan tidak mau mengakui ibunya dan memperlakukan ibunya dengan kasar adalah karena keinginannya untuk menjaga “image” nya. Simardan selalu ingin menampilkan “image” yang baik dihadapan istinya agar ia dinilai memiliki harga diri yang tinggi. Oleh karena itu, apa saja yang dinilai oleh Simardan sebagai sesuatu yang bisa merusak harga dirinya, akan ia singkirkan termasuk ibunya yang dianggapnya bisa merusak harga dirinya dihadapan istrinya. Penampilan ibunya yang memakai pakaian yang compang-camping membuatnya merasa malu untuk mengakui bahwa itu adalah ibunya.
Menurut Evita Singgih-Salim (dalam Sukses Belajar di Perguruan Tinggi, 2006), harga diri adalah gambaran yang dimiliki oleh individu mengenai dirinya yang bersifat kognitif, tanpa diwarnai oleh perasaan, maka di dalam penghargaan diri, individu memberi nilai terhadap konsep dirinya, bagaimana ia melihat dunianya, dan merespon lingkungan maupun dirinya sendiri. Dari penjelasan ini dapat kita ketahui bahwa konsep harga diri yang dimiliki oleh Simardan adalah salah. Jika ia memang ingin mempertahankan harga dirinya, maka hal yang semestinya dia lakukan adalah bukan menutupi kekurangan-kekurangannya tapi bagaimana dia bisa menerima keadaannya yang sebenarnya.
Sejak kecil ibunya sangat menyayanginya dan merawatnya dengan baik. Sebagai anak tunggal, Simardan selalu diperlakukan istimewa oleh ibunya. Apalagi selama ini, Simardan hanya tinggal berdua dengan ibunya karena ayahnya telah meninggal dunia. Kasih sayang ibunya dapat terlihat disaat ibunya merasa bahagia sekali ketika mendapat kabar bahwa anaknya akan kembali dari perantauan. Ibunya menyiapkan berbagai hidangan untuk menyambut anak semata wayangnya tersebut.
Namun, disaat Simardan tidak mau mengakui ibunya dan memperlakukan ibunya dengan kasar, ibunya menjadi sedih dan kecewa. Rasa kecewa itu yang membuat ibunya akhirnya berdo`a kepada Tuhan agar Tuhan menunjukkan kuasa-Nya sehingga akhirnya Simardan pun mendapat kutukan yaitu tubuhnya tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan. Sedangkan istrinya dan para pelayannya berubah menjadi kera putih dan hidup di Pulau Simardan.

Referensi :
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), Cet. ke-1, h. 294 Ibn Qayyim al-Jawziyyah
Singgih-Salim, Evita. Sukadji, Soetarlinah. 2006. Sukses Belajar di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Panduan.s

Analisis Tokoh dalam Film The Kite Runner (Tugas Etika Smstr.2)

ANALISIS KARAKTER
TOKOH DALAM FILM THE KITE RUNNER


A.      Amir

Amir sebagai tokoh dalam film The Kite Runner ini, digambarkan sebagai seseorang yang masih memiliki hati nurani. Meskipun diawalnya ia terlihat sebagai si pencari aman, lebih baik menghindar ketimbang mengatasi keadaan. Namun di akhir film, ia bisa membuktikan bahwa ia memiliki hati nurani. Ia mau mempertaruhkan nyawanya demi turunan Hazzara, yaitu Sohrab yang merupakan anak dari Hassan. Hati nurani retrospektif yang dimiliki oleh Amir yang membuat ia bisa memberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung di masa lalunya. Hati nurani ini seakan-akan menoleh ke belakang dan menilai-nilai perbuatan yang sudah lewat. Sadar akan kesalahannya membuat Amir merasa hidupnya gelisah. Namun akhirnya rasa bersalah itu berkurang setelah ia berhasil memenuhi permintaan Hassan untuk mengasuh anaknya, Sohrab.
Tindakan Amir yang membiarkan Hassan disiksa oleh anak-anak jalanan dinilai sebagai tindakan yang salah oleh sebagian orang. Namun, jika lebih diamati lagi, tindakan ini bisa saja sebagai tindakan yang tidak salah. Pertimbangannya adalah pada kondisi tersebut Amir berada pada posisi dimana ia tidak memiliki kebebasan moral. Amir menghadapi dilema. Di satu sisi, ia ingin membela Hassan karena kasihan melihat Hassan disiksa, tapi di sisi lain ia merasa takut untuk membela karena tidak ingin ikut disiksa. Dan ia lebih memilih untuk berdiam diri di tempat persembunyian tanpa berupaya membela Hassan.
 Keputusan yang diambil oleh Amir untuk membuat skenario bahwa Hassan telah mencuri jam tangan pemberian ayahnya adalah wujud dari tidak bertanggung jawabnya Amir. Amir melakukannya agar Hassan dan ayahnya keluar dari rumahnya dan kesalahan yang dilakukan oleh Amir tidak akan terungkap. Hal ini jelas salah karena Amir tidak hanya membiarkan Hassan disiksa, tapi Amir juga menutupi kesalahannya tersebut dengan memfitnah Hassan sebagai pencuri jam tangannya. Amir menutupi kesalahannya dengan membuat kesalahan baru.
Amir sebagai anak dari suku Pushtun yang terpandang dianggap memiliki respect yang tinggi. Hal ini bisa terlihat dari perlakuan Amir terhadap Hassan. Meskipun Hassan adalah anak dari suku minoritas Hazara yang menjadi abdi atau pelayan, namun Amir tetap menghormatinya dan menganggapnya sebagai seorang teman. Di saat Hassan berulangtahun, Amir juga tidak merasa iri melihat ayahnya membelikan kado untuk Hassan dan di saat Amir ulang tahun, ia mau menerima kado yang diberikan oleh ayah Hassan. Meskipun ayah Hassan hanyalah seorang pembantu namun Amir menghormatinya dengan mau menerima pemberiannya.
Saat Amir menerima surat dari Hassan yang berisikan permintaan terakhir dari Hassan agar Amir mengasuh anaknya yaitu Sohrab, Amir mampu untuk menjalankan kewajibannya tersebut. Amir rela mempertaruhkan nyawanya untuk pergi ke Kabul bertemu Sohrab, membawanya ke Amerika lalu mengasuhnya sesuai dengan permintaan Hassan.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh Amir dalam perjalanannya menuju Kabul untuk bertemu Sohrab. Namun hal ini tidak membuat Amir putus asa dan menyerah. Integritas yang tinggi pada Amir membuatnya bisa berkomitmen terhadap apa yang ingin ia capai. Keteguhan hatinya untuk menemukan Sohrab dan membawanya ke Amerika membuat Amir mampu bertahan hingga akhirnya berhasil mencapai tujuannya.
            Teori etika yang berhubungan dengan tokoh Amir adalah Eudemonisme. Dimana tujuan terakhir manusia adalah kebahagiaan. Sikap Amir yang ingin tetap bahagia dan terhindar dari kesengsaraan membuat ia menjadi seseorang yang suka cari aman. Hal ini tergambar saat Amir memilih untuk tetap berdiam diri di tempat persembunyian tanpa usaha untuk membela Hassan karena takut ikut disiksa oleh anak-anak nakal tersebut. Bukti lainnya yaitu saat Amir membuat skenario yang memfitnah Hassan sebagai pencuri jam tangannya agar Hassan dan ayahnya keluar dari rumahnya dan kesalahannya membiarkan Hassan disiksa tidak akan pernah terungkap.
            Teori eudemonisme menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Begitu pula dengan Amir. Amir ingin sekali membuat ayahnya bangga kepadanya hingga akhirnya ia bisa membuktikannya lewat menjadi seorang novelis. Amir yang memiliki tujuan untuk menebus kesalahannya juga berhasil mewujudkannya dengan berhasil memenuhi permintaan Hassan untuk membawa Sohrab dari Kabul menuju Amerika.


B.       Hassan

Tokoh Hassan dalam film The Kite Runner ini memiliki kesadaran dan hati nurani. Hal ini terlihat disaat Hassan sadar dengan posisinya sebagai anak pelayan yang harus mengabdi kepada majikannya. Saat ia dicegat oleh anak-anak jalanan dan dipaksa untuk menyerahkan layang-layang yang menjadi hak Amir kepada mereka, Hassan menolaknya. Hati nurani Hassan mengatakan bahwa Amir lah yang berhak atas layang-layang tersebut dan sebagai pelayan, Hassan harus membela tuannya, yaitu Amir.
Rasa tanggung jawab Hassan kepada majikannya yaitu Amir yang membuat Hassan selalu bersedia menemani Amir bermain layang-layang dan mengajarkannya teknik bermain layang-layang. Hassan juga terus mendampingi Amir dan melindungi Amir dari anak-anak nakal yang ingin mengganggunya. Bukan hanya itu saja, bahkan Hassan rela disiksa demi mempertahankan tanggung jawabnya untuk memenuhi janjinya, mengambilkan layang-layang yang menjadi hak Amir.
Hassan adalah tipe anak yang patuh, yang selalu melaksanakan kewajibannya. Hal ini terlihat dari kesehariannya yang menolong ayahnya untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di rumah Amir. Kewajiban sebagai pelayan di rumah Amir dilaksanakan oleh Hassan setiap harinya.
Ketika Amir menuduh Hassan yang telah mencuri jamnya, Hassan tetap respect terhadap Amir meskipun Hassan tau bahwa Amir berbohong. Hassan tetap mengaku dan tidak mengelak karena ia sangat menghormati Amir. Begitu juga saat Amir melemparnya dengan buah. Hassan tidak marah dan tidak pula membalas untuk melempar Amir dengan buah tersebut.
Meskipun Amir banyak melakukan kesalahan kepada Hassan, Hassan selalu memaafkan Amir dan tetap menjaga integritasnya sebagai pelayan yang hormat kepada majikannya. Dimulai saat Amir tidak berani untuk membela Hassan dan membiarkan Hassan disiksa oleh anak-anak nakal, Amir marah dan melempar Hassan dengan buah, dan Amir memfitnah Hassan sebagai pencuri jam tangan pemberian ayahnya sehingga akhirnya Hassan keluar dari rumah Amir. Semua itu bisa diterima oleh Hassan dan Hassan tetap berteguh pendirian untuk tetap menghormati Hassan sebagai majikan dan tetap menganggap Hassan sebagai sahabat terbaiknya. Bahkan Hassan masih mempercayai Amir untuk merawat anaknya selepas kematiannya dan istrinya.
Teori etika yang berhubungan dengan tokoh Hassan adalah deontologi. Dalam teori deontologi dijelaskan bahwa yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik. Kehendak menjadi baik, jika bertindak karena kewajiban dan perbuatan adalah baik jika hanya dilakukan karena wajib dilkukan. Hal inilah yang dilakukan Hassan. Kehendak baik Hassan untuk memenuhi janjinya mengambilkan layang-layang yang putus tetap dipertahankannya meskipun mengancam jiwanya dan membuatnya celaka. Hassan tetap menjalankan kewaibannya sebagai pelayan yang selalu setia mendampingi majikannya yaitu Amir.


Referensi :

Bertens, K.2007.Etika.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pemeran-film-kite-runner-dievakuasi-ke-uni-emirat-arab.htm

http://www.bukabuku.com/browse/bookdetail/50678/the-kite-runner-republish-2008.html

Analisis Kasus : Integritas (Tugas Etika Smstr.2)

Dilema Peran pada Ulama yang Aktif di Partai Politik



Belakangan ini, peran ulama dihadapkan pada dua pilihan dilematik antara partai politik dan pembangunan umat. Dalam kenyataannya, terjunnya ulama ke dalam partai politik umumnya menyebabkan tidak fokusnya atau bahkan terabaikannya perhatian ulama pada pembangunan umat. Padahal, pembangunan umat memerlukan totalitas perhatian dari para ulama agar umat tidak kehilangan rujukan keteladanan dalam kehidupannya. Di sisi lain, partai politik yang diharapkan sebagai media untuk lebih memperbaiki dan memberdayakan kehidupan umat justru sering menjadi bagian dari masalah yang perlu diselesaikan oleh ulama. Akibatnya, partai politik bukan menjadi media solusi, tetapi justru menjadi bagian dari problem. Bahkan, peran ulama dalam partai politik yang diharapkan mampu memberi warna moral bagi dinamika politik temyata tidak juga terwujud secara maksimal. Akibatnya, kesan bahwa politik sebagai praktik yang kotor tetap melekat dalam memori masyarakat seiring dengan perilaku menyimpang yang diperlihatkan oleh beberapa politikus.
Kondisi tersebut menunjukkan anomali peran ulama. Satu kaki berpijak di politik praktis, tapi kaki yang lain masih berpijak pada ranah dakwah. Akibatnya, gerak transformasi yang seharusnya diperankan oleh ulama secara maksimal berjalan lamban, bahkan bisa mengorbankan dua-duanya, yaitu politik praktis dan dakwah. Dalam kondisi demikian, ulama dalam partai politik telah mempersempit ruang perannya yang begitu luas dan universal. Peran ulama yang awalnya melampaui sekat-sekat partai politik menjadi terfokus pada prosesi suksesi kepemimpinan sesuai dengan kepentingan partai politik. Karena itu, ketika ulama terlibat dalam politik praktis, sesungguhnya ia telah mempersempit ruang amal dan pengabdiannya bagi umat. Ia mengotak-kotakkan dirinya dalam sekat-sekat partai politik dan menjadi bagian partisan visi dan misi partai tertentu. Padahal, visi dan misi seorang ulama begitu luas, mulia, dan universal. Keuniversalan peran ulama berlangsung ketika ulama tidak menyekat dirinya dalam kepentingan kelompok-kelompok tertentu, termasuk kepentingan partai politik. Ketika ulama menyekat dirinya dalam partai politik tertentu, tugas universal keumatan dengan sendirinya terdistorsi. Lebih dari itu, keterlibatan ulama dalam partai politik rentan bagi terjadinya politisasi umat dengan menjadikan umatnya sebagai kekuatan yang dimobilisasi bagi kepentingannya dengan mengabaikan etika universal keulama-annya.

Sumber: http://bataviase.co.id/detailberita-10517950.html
Analisis Kasus :
                Orang yang memiliki integritas adalah orang yang unsur-unsur kepribadiannya bersifat koherensi dan konsistensi. Konsistensi dalam artian berkomitmen terhadap prinsip-prinsip yang dimiliki. Selain itu diperlukan koherensi antara pikiran, perkataan, dan perbuatan serta koherensi antara prinsip-prinsip dan nilai dalam diri seseorang.
            Ulama sebagai otoritas intelektual dan spiritual, di mana masyarakat menjadikannya sebagai rujukan kehidupannya, haruslah menunujukkan diri sebagai pribadi yang berintegritas. Ulama memiliki peran sebagai panduan moral bagi aktivitas masyarakat. Keberadaan ulama dengan ilmunya yang luas dan integritas moralnya yang tinggi menyebabkan ulama tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan dan bimbingan kepada masyarakat. Kesesuaian antara apa yang diajarkan kepada orang lain dengan apa yang diterapkan oleh seorang ulama dalam kehidupannya sehari-hari menunjukkan adanya integritas pada ulama tersebut. . Konsistennya seorang ulama dalam menjalankan fungsinya sebagai pandu moral masyarakat akan menjadi salah satu nilai lebih baginya.
Menurunnya integritas moral ulama sangat dikhawatirkan karena bisa menjadikan umat terombang-ambing dalam mencari sebuah ukuran keteladanan pemimpin, karena ulamanya sudah tidak bisa dijadikan referensi moral. Sangat diprihatinkan jika ulama yang diharapkan sebagai pengawal moral perjalanan hidup masyarakat ternyata ikut larut dalam proses-proses demoralisasi nilai yang diakibatkan oleh dampak-dampak modernisme. Apalagi jika sudah keluar dari porsi-porsi keulamaannya sebagai penyeru kebajikan dan pencegah kemungkaran.
Seorang ulama yang bergabung dengan partai politik sangat dituntut keintegritasannya. Sebagai seorang ulama, ia dituntut untuk tidak hanya memikirkan kepentingan kelompok tetapi harus mampu memerankan diri secara proposional dan universal. Universalitas peran ulama berlangsung ketika ulama tidak menyekat dirinya dalam kepentingan kelompok-kelompok tertentu, termasuk kepentingan partai politik. Hal itu akan tetap efektif apabila ulama mampu menjadi panutan bagi seluruh umat, bukan bagi kelompok tertentu. Hal inilah yang diharapkan dari seorang ulama, yang menggambarkan adanya koherensi dari dua peran yang dijalaninya.
Keberadaan para ulama sebagai jembatan beragam kepentingan dalam masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu akan terus terpelihara ketika ulama mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mengayomi, bukan mengadili. Hal ini disebabkan karena mengayomi terkait dengan kepentingan banyak orang, sementara mengadili tertuju pada kepentingan tertentu.
Ulama dan partai politik memiliki tujuan yang mulia untuk perbaikan kehidupan masyarakat. Ulama mengacu pada otoritas intelektual dan spiritual di mana masyarakat menjadikannya sebagai rujukan kehidupannya. Sementara itu, partai politik memiliki peran dan otoritas untuk menentukan eksistensi kepemimpinan untuk menciptakan keteraturan kehidupan masyarakat dengan melaksanakan fungsinya, seperti melaksanakan manajemen konflik.
Universalitas dan integritas yang dimiliki ulama telah menyebabkan kehadirannya menjadi tempat bersimpuh semua kepentingan masyarakat dari berbagai kepentingan politik. Ketika ulama mampu memerankan tugas partai politik dan pembangunan umat secara efektif, dengan sendirinya sudah dijalankan istilah sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa : “Rusaknya umat itu karena faktor rusaknya umara (para pejabat), dan rusaknya para pejabat karena dipengaruhi rusaknya ulama.” Pernyataan ini bisa menjadi pelajaran berharga dan diharapkan menjadi motivasi bagi para ulama untuk bisa mempertahankan integritasnya demi kebaikan seluruh umat.


Referensi : Bertens, K.2007.Etika.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dari Reza, Untuk Reza (Kado special untuk diri sendiri)

Dear Reza,,
Sepucuk surat penuh kasih sayang dari diri sendiri...
Resapilah dengan sepenuh hati,,
Dan akan kamu temukan betapa Allah sangat mencintaimu...

---------------------------------------------------------------------------------


“Sudah 20 tahun lamanya tinggal di bumi Allah tercinta,,
apa yang kamu pahami dari hidupmu???”

Sempurna...
Sempurna dalam ketidaksempurnaan,,
Sempurna untuk aku syukuri...

Aku selalu ingin semuanya berjalan sesuai dengan harapanku,
Namun kenyataannya,, tidak selalu begitu.
Aku tidak pernah jauh dari kata kecewa,, saat harapan tinggal harapan...

Tak ada manusia yang terlahir sempurna,jangan kau sesali sgala yang telah terjadi.” *1

Tepat... tepat sekali...
Tak ada yang perlu disesali.
Karena itulah harapan,, tak akan selalu jadi nyata.

Allah tidak selalu memberikan apa yang aku mau,,
tapi Dia selalu memberikan apa yang aku butuh.
Dan itu sudah cukup untukku.
Sempurna,, sempurna untuk disyukuri...

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.” *1


Ku lakukan yang terbaik, yang bisa ku lakukan” *2
Sebagai wujud rasa syukurku atas segala anugerah dariNya....

----------------------------------------------------------------------------------


Dia berikan aku hidup, hidup yang penuh warna.

Suka dan duka, tangis dan tawa, tergores bagai lukisan.
Seribu mimpi, berjuta sepi, hadir bagai teman sejati.” *3

Suka dan tawa mengajarkan ku kata SYUKUR
Duka dan tangis mengajarkanku kata SABAR
Mimpiku mengajarkan ku kata OPTIMIS
Sepiku mengajarkan ku kata KUAT

Seiring waktu berlalu,
Tangis tawa dinafasku,hitam putih di hidupku, jalani takdirku.
Hidup kan terus berjalan, meski penuh dengan tangisan.” *4


Dia berikan aku jalan, jalan yang indah.

Jalani semua yang ada. Tuhan pasti berikan kita segala yang indah.
Dengan segala anugerah tuk kita. Yakinkan kita pasti bisa jalani semua.” *5

Bukan sepenuhnya jalan yang lurus dan mulus.
Tapi diselingi  jalan yang berliku dan berbatu.
Tak mudah untuk dilalui.
Tapi disitulah aku menemukan keindahannya.

Indah....
Saat jalan yang berliku dan berbatu itu berhasil ditempuh,,
Dan kemudian tergantikan dengan jalan yang lurus dan mulus.
Datang silih berganti mengajarkanku arti kehidupan...


Dia berikan orang-orang terbaik untuk kehidupanku.

Bukan orang-orang yang sempurna,
Tapi orang-orang  yang bisa menerima ketidaksempurnaanku.
Sehingga kemudian mereka menjadi sempurna,
Sempurna untuk aku miliki dalam hidupku....

Di hidupku yang tak sempurna, kau adalah hal terindah yang aku punya.” *6

Bukan orang-orang yang selalu ada di saat aku butuh,,
Tapi orang-orang yang sudah diatur kehadirannya olehNya,,
Sehingga datang bergantian,, datang disaat yang tepat
Menemaniku melewati hal yang tak bisa aku lalui sendiri

Biarkan saja hidup tak mudah, asal kau selalu ada.” *7

Bukan orang-orang yang terbebas dari kesalahan,,
Tapi orang-orang yang sama halnya denganku,,
Belajar saling memaafkan dari hadirnya kesalahan.

“Segera setelah dia melibatkan dirinya dalam pergaulan dan pekerjaan yang baik,
Yang berupaya memperbaiki perasaan sesama, dia akan terbahagiakan.
Dia akan merasa cukup, tanpa ditambahkan apapun.
Dan tidak akan merasa kekurangan.
Walaupun tidak memiliki yang dibanggakan oleh orang lain.” *8

----------------------------------------------------------------------------------


Orang-orang yang paling bahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik,
Mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.” *9

Proses belajar ini akan terus berlangsung di sepanjang hidupku
Sampai aku menghembuskan nafas terakhirku
Dan aku mengerti,,
inilah ilmu yang dituntut dari ayunan hingga liang kubur,,
ilmu tentang kehidupan...

----------------------------------------------------------------------------------


Aku bahagia,,
aku bahagia pernah hidup di dunia yang indah ini,,
Dan akan lebih bahagia,,
jika kehidupan di dunia ini mampu mengantarkanku kepada kebahagiaan yang sesungguhnya
Kebahagiaan di akhirat kelak...

Aamiin ^_^

-------------------------------------------------------------------------------------

Terimakasihku padaMu Tuhanku,
Tak mungkin dapat terlukis oleh kata-kata,
Hanya diriMu yang tau besar rasa cintaku padaMu,

Oh Tuhan...
AnugerahMu tak pernah berhenti,
Selalu datang kepadaku,

Tuhan semesta alam,
Dan satu janjiku,
 Tak kan berpaling dariMu” *10

--------------------------------------------------------------------------------------


Inspired by :
1. D Masive – Jangan Menyerah
2. BCL – Karena Ku Cinta Kau
3. Opick – Rapuh
4. Opick feat. Amanda – Maha Melihat
5. ST12 – Dunia Pasti Berputar
6. Utopia – Mencintaimu Sampai Mati
7. Mytha – Tentang Mimpiku
8. Mario Teguh via Status in Face Book – Selasa, 5 Okt 2010
9. Catatan Mifthahul Jannah – Quote`s...
10. Rossa – Tak Kan Berpaling Dari-Mu

To : za_17
10 for 20 in 17 10 2010





My Story in IPA3 (d_Patrick)

Bisa berada di smansa adalah impian yang za bawa dari NTT. Alhamdulillah Spensa telah menjadi jembatannya. Bisa berada di kelas ipa3 sesuatu yang tak pernah terduga oleh za. Tapi za bersyukur sekali karena Allah sudah memberikan kesempatan itu untuk za. Bukan hanya memberikan kesempatan, tapi juga memberikan keteguhan hati untuk tetap bertahan di sana. Meskipun pada awalnya ingin skali keluar dari kelas itu, tapi akhirnya berkat dukungan dari my brother, alhamdulillah za bisa bertahan di kelas itu. Ternyata, itu memang jalan terbaik yang Allah pilihkan untuk za.

Awalnya ipa3 itu sangat menakutkan. Terkadang perasaan "seperti orang yang terbodoh di kelas" muncul dan susah dibendung.Tapi satu hal yang slalu menguatkan za adalah pesan dari mama : "Berada di sekitar orang yang lebih dari kita, membuat kita sadar bahwa di atas langit, masih ada langit." Jadi ambil sisi positifnya saja :)

Satu persatu anggota ipa3 pergi meninggalkan ipa3. Namun, itu tidak terlalu mempengaruhi.
Alhamdulillah... ada yang pergi, maka ada pula yang datang. Dan kamilah... orang terpilih,,, yang Allah pilihkan untuk ipa3 ^_^

Bagi za, perjalanan selama kelas XI rasanya sangat singkat. Tidak begitu banyak kisah yang menarik. Tapi yang jelas, ada satu bagian terpenting di kelas XI, yang tak bisa dilupakan. Apa lagi kalau bukan pagelaran dan pameran. Bila mengingat pagelaran, mungkin kita akan sedikit sedih. Gimana g` sedih,,, setelah melewati banyak penderitaan dan pengorbanan, kita malah gagal :(
Tapi za tidak akan menilainya hanya dari hasilnya. Za akan lebih menilainya dari usaha kita. Kita yang rela ngorbanin les untuk kepentingan kela, kita yang rela jual malu dengan menari-nari di taman (tempat umum yang tiap bentar dilewatin anak SD Tanmalaka), kita yang rela ngorbanin tenaga, waktu, dan duit, kita yang berusaha menjaga kejujuran, kita yang berjuang membuktikan bahwa kita bisa menghasilkan karya terbaik kita tanpa campur tangan orang luar. Sungguh,,,, itu yg menyadarkan za bahwa ipa3 itu emang DAHSYAT :)

Ucapan terima kasih yang terdalam buat almarhum Pak Zamzami,, yang mau memberikan jam pelajarannya untuk kita pakai buat latihan, yang mau menyaksikan latihan terakhir kita di lantai 3 menjelang detik-detik penampilan kita, memberikan dukungan yang luar biasa :)

Ada setiap balasan untuk setiap perbuatan. Meskipun kita gagal di pagelaran tapi alhamdulillah kerja keras kita dan kesabaran kita dalam menghadapi kegagalan itu akhirnya mendapat balasan dari Allah. Akhirnya kita bisa membuktikan bahwa kita bukan hanya ipa3 yang pandai ber-matematika, ber-fisika, ber-kimia, ber-biologi, tapi kita juga ipa3 yang pandai ber-SENI. Pameran ipa3 dengan tema Back to Nature telah membuktikannya. Satu lagi bukti bahwa ipa3 SANGAT DAHSYAT

Satu agenda yang termasuk agenda penting selama kelas XII adalah pembuatan buku tahunan.
Setelah melalui rapat yang penuh dengan ketegangan,,, akhirnya diambil juga keputusan penting.
Alhamdulillah,,,kita masih seperti ipa3 yang dulu. Yang percaya dengan kemampuan sendiri, yang lebih mencintai produk dalam lokal. Kita ipa3,,, memberikan kepercayaan kepada salah satu anggota kita untuk menjadi designer buat buku tahunan kelas kito tacinto. Makasih untuk kesidaannya dan hasil terbaiknya.

wah inilah bagian yang menyenangkan,, berkodak-kodak ria d Unand atas. Meskipun panas2,,, tapi semangat tetap membara. Sedikitpun tidak mengurangi semangat kenarsisan ipa3. Mau cewek ataupun cowok,,, sama saja. Bahkan menurut za,, lebih narsis lagi cowok-cowoknya. Karena kalo diperhatiin,, foto-foto mereka deh yang paling banyak.
walah,,,walah,,, mintang-mintang cuma berenam ya. Jadi malu-malunya dibuang aja.
ha..ha..ha.. *peace cowok-cowok ipa3