Kamis, 25 November 2010

Analisis Kasus : Integritas (Tugas Etika Smstr.2)

Dilema Peran pada Ulama yang Aktif di Partai Politik



Belakangan ini, peran ulama dihadapkan pada dua pilihan dilematik antara partai politik dan pembangunan umat. Dalam kenyataannya, terjunnya ulama ke dalam partai politik umumnya menyebabkan tidak fokusnya atau bahkan terabaikannya perhatian ulama pada pembangunan umat. Padahal, pembangunan umat memerlukan totalitas perhatian dari para ulama agar umat tidak kehilangan rujukan keteladanan dalam kehidupannya. Di sisi lain, partai politik yang diharapkan sebagai media untuk lebih memperbaiki dan memberdayakan kehidupan umat justru sering menjadi bagian dari masalah yang perlu diselesaikan oleh ulama. Akibatnya, partai politik bukan menjadi media solusi, tetapi justru menjadi bagian dari problem. Bahkan, peran ulama dalam partai politik yang diharapkan mampu memberi warna moral bagi dinamika politik temyata tidak juga terwujud secara maksimal. Akibatnya, kesan bahwa politik sebagai praktik yang kotor tetap melekat dalam memori masyarakat seiring dengan perilaku menyimpang yang diperlihatkan oleh beberapa politikus.
Kondisi tersebut menunjukkan anomali peran ulama. Satu kaki berpijak di politik praktis, tapi kaki yang lain masih berpijak pada ranah dakwah. Akibatnya, gerak transformasi yang seharusnya diperankan oleh ulama secara maksimal berjalan lamban, bahkan bisa mengorbankan dua-duanya, yaitu politik praktis dan dakwah. Dalam kondisi demikian, ulama dalam partai politik telah mempersempit ruang perannya yang begitu luas dan universal. Peran ulama yang awalnya melampaui sekat-sekat partai politik menjadi terfokus pada prosesi suksesi kepemimpinan sesuai dengan kepentingan partai politik. Karena itu, ketika ulama terlibat dalam politik praktis, sesungguhnya ia telah mempersempit ruang amal dan pengabdiannya bagi umat. Ia mengotak-kotakkan dirinya dalam sekat-sekat partai politik dan menjadi bagian partisan visi dan misi partai tertentu. Padahal, visi dan misi seorang ulama begitu luas, mulia, dan universal. Keuniversalan peran ulama berlangsung ketika ulama tidak menyekat dirinya dalam kepentingan kelompok-kelompok tertentu, termasuk kepentingan partai politik. Ketika ulama menyekat dirinya dalam partai politik tertentu, tugas universal keumatan dengan sendirinya terdistorsi. Lebih dari itu, keterlibatan ulama dalam partai politik rentan bagi terjadinya politisasi umat dengan menjadikan umatnya sebagai kekuatan yang dimobilisasi bagi kepentingannya dengan mengabaikan etika universal keulama-annya.

Sumber: http://bataviase.co.id/detailberita-10517950.html
Analisis Kasus :
                Orang yang memiliki integritas adalah orang yang unsur-unsur kepribadiannya bersifat koherensi dan konsistensi. Konsistensi dalam artian berkomitmen terhadap prinsip-prinsip yang dimiliki. Selain itu diperlukan koherensi antara pikiran, perkataan, dan perbuatan serta koherensi antara prinsip-prinsip dan nilai dalam diri seseorang.
            Ulama sebagai otoritas intelektual dan spiritual, di mana masyarakat menjadikannya sebagai rujukan kehidupannya, haruslah menunujukkan diri sebagai pribadi yang berintegritas. Ulama memiliki peran sebagai panduan moral bagi aktivitas masyarakat. Keberadaan ulama dengan ilmunya yang luas dan integritas moralnya yang tinggi menyebabkan ulama tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan dan bimbingan kepada masyarakat. Kesesuaian antara apa yang diajarkan kepada orang lain dengan apa yang diterapkan oleh seorang ulama dalam kehidupannya sehari-hari menunjukkan adanya integritas pada ulama tersebut. . Konsistennya seorang ulama dalam menjalankan fungsinya sebagai pandu moral masyarakat akan menjadi salah satu nilai lebih baginya.
Menurunnya integritas moral ulama sangat dikhawatirkan karena bisa menjadikan umat terombang-ambing dalam mencari sebuah ukuran keteladanan pemimpin, karena ulamanya sudah tidak bisa dijadikan referensi moral. Sangat diprihatinkan jika ulama yang diharapkan sebagai pengawal moral perjalanan hidup masyarakat ternyata ikut larut dalam proses-proses demoralisasi nilai yang diakibatkan oleh dampak-dampak modernisme. Apalagi jika sudah keluar dari porsi-porsi keulamaannya sebagai penyeru kebajikan dan pencegah kemungkaran.
Seorang ulama yang bergabung dengan partai politik sangat dituntut keintegritasannya. Sebagai seorang ulama, ia dituntut untuk tidak hanya memikirkan kepentingan kelompok tetapi harus mampu memerankan diri secara proposional dan universal. Universalitas peran ulama berlangsung ketika ulama tidak menyekat dirinya dalam kepentingan kelompok-kelompok tertentu, termasuk kepentingan partai politik. Hal itu akan tetap efektif apabila ulama mampu menjadi panutan bagi seluruh umat, bukan bagi kelompok tertentu. Hal inilah yang diharapkan dari seorang ulama, yang menggambarkan adanya koherensi dari dua peran yang dijalaninya.
Keberadaan para ulama sebagai jembatan beragam kepentingan dalam masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu akan terus terpelihara ketika ulama mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mengayomi, bukan mengadili. Hal ini disebabkan karena mengayomi terkait dengan kepentingan banyak orang, sementara mengadili tertuju pada kepentingan tertentu.
Ulama dan partai politik memiliki tujuan yang mulia untuk perbaikan kehidupan masyarakat. Ulama mengacu pada otoritas intelektual dan spiritual di mana masyarakat menjadikannya sebagai rujukan kehidupannya. Sementara itu, partai politik memiliki peran dan otoritas untuk menentukan eksistensi kepemimpinan untuk menciptakan keteraturan kehidupan masyarakat dengan melaksanakan fungsinya, seperti melaksanakan manajemen konflik.
Universalitas dan integritas yang dimiliki ulama telah menyebabkan kehadirannya menjadi tempat bersimpuh semua kepentingan masyarakat dari berbagai kepentingan politik. Ketika ulama mampu memerankan tugas partai politik dan pembangunan umat secara efektif, dengan sendirinya sudah dijalankan istilah sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa : “Rusaknya umat itu karena faktor rusaknya umara (para pejabat), dan rusaknya para pejabat karena dipengaruhi rusaknya ulama.” Pernyataan ini bisa menjadi pelajaran berharga dan diharapkan menjadi motivasi bagi para ulama untuk bisa mempertahankan integritasnya demi kebaikan seluruh umat.


Referensi : Bertens, K.2007.Etika.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar