Kamis, 25 November 2010

UTS Psikologi Pendidikan : Analisis Tokoh dalam Film Laskar Pelangi (Smstr.3)

Analisis Tokoh dalam Film Laskar Pelangi
(Lintang)



Alasan Pemilihan Tokoh

            Tokoh Lintang dipilih sebagai tokoh yang akan dianalisis karena penulis menganggap banyak hal yang bisa dikaji dari seorang Lintang dengan kepribadian dan kehidupannya yang menarik. Motivasinya yang sangat besar dalam mencapai tujuannya menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Kehidupannya yang penuh dengan keterbatasan, sedikitpun tidak menggoyahkan semangatnya. Kepribadiannya yang menawan disertai dengan kecerdasannya, kemampuan bersosialisasi yang baik dan kematangan dalam berbagai segi perkembangannya, membuat ia benar-benar bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi teman-teman sebayanya.


       Analisis

Lintang sebagai tokoh yang dipilih untuk dianalisis dianggap memiliki beberapa hal positif yang membuat ia bisa menjadi seorang anak yang memiliki prestasi akademis yang baik (over achievement) di sekolahnya. Aspek internal yang ada pada dirinya, seperti: kematangan perkembangan kognitif dan inteligensi, motivasi diri, serta kematangan pribadi, emosi, dan sosial mendukung ia untuk bisa meraih prestasi yang baik di sekolahnya.
Berawal dari motivasi, yaitu sesuatu yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku (Santrock, 2008), yang dimilikinya, Lintang pun melakukan berbagai usaha agar bisa meraih tujuannya untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Munandar, A.S. (2008), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Inilah yang terjadi pada Lintang. Saat ia menganggap bahwa pendidikan adalah sesuatu yang ia butuhkan, ia pun melakukan usaha untuk pencapaian tujuannya tersebut.
Hal ini terlihat dari begitu bersemangatnya ia untuk pergi mendaftarkan dirinya ke sebuah sekolah meskipun sekolah itu berada jauh dari rumahnya. Setiap pagi bersepeda ke sekolah tersebut dengan hati bahagia dan selalu berusaha untuk tidak terlambat meskipun rumahnya yang paling jauh. Motivasi yang dimilikinya mendorongnya untuk berbuat atau bertindak, menentukan arah perbuatan sehingga mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh, dan menyeleksi perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan dengan mengenyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi pencapaian tujuannya (Purwanto, 1999).
Motivasi intrinsik yang kuat, yang dimiliki Lintang, yaitu motivasi yang bersifat internal (berasal dari dalam diri) untuk melakukan sesuatu bagi kepentingan pribadinya (Santrock, 2008), membuatnya tidak pernah putus asa meski hidupnya penuh dengan keterbatasan. Saat ia harus belajar di rumah dan di sekolah dengan kondisi yang seadanya, harus melaksanakan kewajibannya mengurus rumah, mengasuh adik-adiknya, membantu ayahnya bekerja, semua ia lakukan dengan senang hati dan tanpa mengeluh. Sedangkan dukungan dari orang tua, teman-teman, dan guru-gurunya menjadi motivasi ekstrinsik bagi dirinya, yaitu motivasi yang bersifat eksternal (berasal dari luar diri) untuk melakukan sesuatu agar mencapai sesuatu yang lainnya (Santrock, 2008).
Persahabatan berkontribusi pada status teman sebaya dan memberikan beberapa manfaat yang antara lain: pertemanan, dukungan fisik, dukungan ego, dan keintiman atau kasih sayang (Parker & Asher, 1987 dalam Santrock, 2008). Persahabatan memberikan anak seorang teman akrab, seseorang yang bersedia untuk menghabiskan waktu dengan mereka dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif. Hal ini benar-benar dirasakan Lintang bersama teman-teman sekolahnya. Mereka belajar bersama, bermain bersama, bersepeda bersama, menghabiskan waktu bersama-sama. Saat ia harus bekerja sama dengan teman-temannya dalam persiapan karnaval dan saat mempersiapkan diri untuk lomba cerdas cermat. Sebuah laskar pelangi adalah bukti keakraban mereka.
Selain itu, persahabatan juga memberikan dukungan fisik. Persahabatan memberikan sumber dan bantuan kapan pun dibutuhkan. Ini terlihat dari bagaimana Lintang membantu teman-temannya dalam belajar. Ia membantu Harun, murid yang mengalami keterbelakangan mental dan juga membantu mengajarkan teman-temannya saat buk Muslimah tidak masuk sekolah untuk mengajar.
            Dukungan ego juga menjadi manfaat dalam pertemanan. Persahabatan membantu anak merasa bahwa mereka adalah individu-individu yang berkompeten dan berharga. Selain itu, yang terpenting adalah dukungan sosial dari teman-temannya (Santrock, 2008). Hal ini dirasakan Lintang saat ia mengikuti lomba cerdas cermat. Teman-temannya mengakui bahwa ia memang berkompeten. Pengakuan dari teman dan gurunya membuat ia menjadi seseorang yang memiliki self esteem yang positif, harga diri (self esteem) merujuk pada pandangan individu tentang dirinya sendiri. Menurut Santrock (2008), harga diri juga disebut sebagai nilai diri (self worth) atau citra diri (self-image). Self worth adalah keyakinan bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk menghadapi dunia. Hal ini juga yang mempengaruhi prestasi Lintang di sekolahnya.
Persahabatan memberi anak-anak suatu hubungan yang hangat, penuh kepercayaan, dan dekat dengan orang lain (keintiman atau kasih sayang). Hal ini dirasakan Lintang saat ia berpamitan kepada teman-temannya dan gurunya ketika ia harus berhenti sekolah setelah kematian ayahnya. Hubungan yang hangat yang terjalin bersama teman-temannya membuat ia merasa dekat dengan temannya. Bahkan pada saat itu, Ikal sampai meneteskan air mata karena harus berpisah dengan Lintang, kehilangan seorang sahabat yang sebaik Lintang.
Para ahli perkembangan telah menemukan lima jenis status teman sebaya, yaitu anak populer, anak biasa, anak yang terabaikan, anak yang ditolak, dan anak yang kontroversial (Rubin, Bukowski, & Parker, 2006; Wentzel & Battle, 2001 dalam Santrock, 2008). Anak populer dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya mereka. Anak-anak populer memberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama, menjaga komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana adanya, menunjukkan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya diri tanpa bersikap sombong (Hartup, 1983 dalam Santrock, 2008).
Dalam film ini, Lintang dianggap sebagai anak yang populer. Kemampuannya di bidang akademis dan kemampuan bersosialisasinya yang baik membuat ia sangat dikagumi oleh teman-temannya. Rasa percaya diri tanpa bersikap sombong yang ia tunjukkan saat membuktikan jawaban hitung-hitungannya dalam lomba cerdas cermat juga menjadikannya sebagai seseorang yang populer dan dikagumi.
Selain motivasi, kematangan perkembangannya (perkembangan emosi, sosial, mental-intelektual, moral, minat, dan kepribadian) juga mempengaruhi prestasi Lintang di sekolah. Anak usia sekolah dasar sudah menyadari bahwa ia tidak dapat menyatakan dorongan dan emosinya begitu saja tanpa mempertimbangkan lingkungannya. Ia mulai belajar mengungkapkan perasaannya dalam perilaku yang dapat diterima secara sosial (Munandar, U. 1992). Perkembangan emosi ini terlihat pada diri Lintang. Saat ia harus berhenti sekolah setelah kematian ayahnya, ia mampu mengontrol emosinya dengan baik. Hal ini memperlihatkan bahwa Lintang sudah memiliki kematangan emosi yang baik.
Sejak masuk sekolah dasar, keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan diterima oleh kelompok sebaya makin meningkat. Untuk itu ia cenderung mengikuti nilai-nilai kelompok, walaupun hal ini kadang-kadang berarti harus menentang peraturan yang ada. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dari proses sosialisasi (Munandar, U. 1992). Perkembangan sosial ini juga terlihat pada diri Lintang di saat ia berusaha untuk bergabung dengan teman-temannya, bahkan pernah mengikuti teman-temannya untuk pergi ke gua, percaya dengan hal yang bersifat mistik padahal ia tau bahwa hal itu menentang peraturan yang ada.
            Ditinjau dari teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, anak sekolah dasar memasuki tahap operasi kongkret dalam berpikir. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama (Munandar, U. 1992). Perkembangan kognitif yang dimiliki Lintang juga tergolong baik. Hal ini terlihat dari pengetahuannya yang luas dan mampu menjawab pertanyaan temannya, menjelaskan apa itu pelangi, menjelaskan tentang buaya dan juga menjelaskan tentang kota Paris kepada Ikal.
Lintang juga mengalami perkembangan moral yang baik. Pada masa sekolah, pengertian anak tentang baik dan buruk, tentang keadilan, menjadi lebih beragam (berdiferensiasi) dan lentur (fleksibel), tidak sekaku seperti pada masa kanak-kanak. Ia mulai memahami bahwa penilaian tentang baik dan buruk dapat berubah, tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku itu (Munandar, U. 1992). Perkembangan moral ini yang membuat Lintang bisa mengambil keputusan untuk berhenti sekolah. Ia tau bahwa hal itu tidak baik, namun dengan pertimbangan kondisinya yang sudah tidak mendukung, dimana ia memiliki kewajiban lain yaitu harus mengasuh adik-adiknya, ia pun akhirnya memutuskan untuk berhenti bersekolah.
            Dengan meluasnya cakrawala mental anak, minat-minatnya pun berkembang. Hal ini akan mempunyai dampak terhadap bentuk dan kedalaman (intensitas) aspirasinya. Minat menimbulkan kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari oleh minat, dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya (Munandar, U.1992). Minat Lintang dalam berhitung dapat tereksplorasi dengan baik. Hal ini terlihat dari kemampuannya berhitung secara cepat. Menunjukkan kalau ia memiliki perkembangan minat yang baik.
            Semua pengaruh yang didapatkan Lintang dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah, mendukung ia untuk bisa mengoptimalkan dirinya. Perkembangan kepribadiannya pun menjadi baik. Dengan memasuki sekolah dasar, kehidupan sosial anak meluas dan faktor-faktor baru mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Hal-hal yang amat menentukan perkembangan kepribadian anak ialah sejauh mana ia merasa diterima oleh orang lain (guru dan teman sebaya), sejauh mana ia mampu melakukan tugas-tugas perkembangannya, dan bagaimana prestasinya di sekolah (Munandar, U. 1992).
            Aspek-aspek internal yang dimiliki Lintang telah membuat ia bisa mengoptimalkan kemampuannya sehingga ia bisa meraih prestasi yang baik di sekolahnya. Kematangan perkembangan yang dimilikinya (perkembangan emosi, sosial, mental-intelektual, moral, minat, dan kepribadian) dan motivasinya (baik intrinsik maupun ekstrinsik) yang kuat membuat ia bisa menjadi seorang anak yang memiliki prestasi yang baik di sekolahnya.



Referensi :

Munandar, A.S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press

Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah
     Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Purwanto, M.N. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Santrock, J.W. 2008. Educational Psychology. USA: McGraw-Hill

1 komentar: