Rabu, 15 Desember 2010

Tugas Analisis Diri Psikologi Perkembangan (Revisi)

BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang
Pada perkuliahan di semester tiga, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia diwajibkan untuk mengambil mata kuliah Psikologi Perkembangan. Psikologi perkembangan adalah suatu studi ilmiah tentang bagaimana seseorang berubah dan sekaligus bagaimana mereka tetap sama dalam waktu yang berbeda (Papalia, 2009). Psikologi perkembangan meneliti seluruh rentang kehidupan manusia untuk memahami ‘kapan’  dan ‘bagaimana’ terjadinya perubahan dalam fungsi fisik, mental, dan sosial dan bagaimana aspek-aspek tersebut  saling berinteraksi selama rentang kehidupan (Kail, Wick Nelson, 1993).
Setelah mengikuti perkuliahan Psikologi Perkembangan, mahasiswa diminta untuk bisa menerapkan teori-teori yang telah dipelajari ke dalam praktik melalui penulisan makalah. Makalah ini sebagai penerapan teori ke dalam praktik menjelaskan bagaimana nature and nurture mempengaruhi perkembangan penulis dalam domain fisik, motorik, kognisi, bahasa, dan psikososial mulai dari masa pranatal sampai dengan adolescent (disesuaikan dengan usia penulis saat ini).

I.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Menerapkan teori ke praktik
b. Mengenali perkembangan diri sendiri sejak bayi sampai dengan remaja akhir
c. Mengenali perkembangan dalam domain fisik, motorik, kognisi, bahasa, dan psikososial
d. Menjelaskan pengaruh nature and nurture dalam perkembangan diri serta hasilnya

I.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana lingkungan yang terdiri dari keluarga inti, keluarga besar, lingkungan sekolah, dan pergaulan ikut mempengaruhi perkembangan diri penulis sehingga penulis berkembang menjadi seperti sekarang ini ?

I.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah menghubungkan teori perkembangan kehidupan yang telah dipelajari dari berbagai sumber, seperti buku-buku dan jurnal dengan topik Psikologi Perkembangan.


BAB II
RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN ANALISIS


II.1. Pranatal
Setelah mewawancarai mama, saya dapat mengetahui beberapa informasi mengenai masa prenatal saya. Proses kehamilan dicapai pada bulan pertama setelah menikah. Papa dan mama adalah sepasang suami-istri yang menikah dan hidup berumah tangga di perantauan, yaitu di NTT. Pada masa awal pernikahan, kedua orangtua saya harus melalui berbagai tantangan, khususnya dari segi finansial. Papa yang baru memulai karirnya sebagai pedagang pakaian dengan pendapatan yang seadanya harus berusaha lebih giat untuk bisa menafkahi keluarga. Begitu juga dengan mama yang harus menyiapkan dirinya sebagai seorang ibu nantinya. Saya merupakan kehamilan pertama bagi mama. Mama tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya dan kehamilan pertama ini merupakan kehamilan yang sangat diharapkan oleh papa dan mama.
Papa sangat berperan dalam memberikan dukungan emosi dan memberikan perhatian buat mama. Papa selalu menghibur mama setiap mama merasa sedih karena teringat keluarga di Padang dan setiap mama mengkhawatirkan apakah ia bisa menjadi ibu yang baik nantinya. Men`s efforts to express positive emotion to their wives, to pay attention to the dynamics of the relationship, and to set aside time for activities focused on building the relationship are important to women`s perceptions of marital quality (Wilcox & Nock, 2006 dalam Papalia dkk, 2009). Mama pada awalnya sangat malas makan sayur, malas berolah raga, dan paling tidak suka minum susu karena membuat perutnya mual. Tapi semua dilakukan mama agar nantinya bisa memiliki bayi yang sehat. Good preconception and prenatal care can give every child the best possible chance for entering the world in good condition to meet the challenges of life outside the womb (Papalia, 2009). Papa selalu menemani mama untuk mengontrol kandungannya ke rumah sakit, menjaga nutrisi mama dan menemani mama marathon tiap pagi untuk memudahkan proses persalinan nantinya. Latihan yang ringan biasanya tidak membahayakan janin seorang wanita yang sehat (comittee on Obstetric Practice, 2002; Reimann, 2000 dalam Papalia, 2008). Papalia (2008) juga menjelaskan “Karena lingkungan prenatal bayi adalah tubuh ibunya, maka jelas semua yang mempengaruhi keberadaannya, mulai dari makanan sampai perasaan, dapat memengaruhi lingkungan calon bayi dan berdampak pada pertumbuhannya.”


II.2. Natal
                Saya dilahirkan pada hari Rabu,17 Oktober 1990 pukul 15.00 WITA di sebuah rumah sakit di NTT. Saya dilahirkan normal tanpa operasi dengan berat badan 3,8 kg. Meskipun ini adalah proses persalinan pertama bagi mama, tapi mama merasa bahwa persalinan ini berjalan lancar. Hal ini karena mama sangat mematuhi anjuran dokter saat kehamilan berlangsung. Mama menjaga nutrisinya dengan baik dan berolah raga ringan secara teratur. Perawatan prenatal berkualitas tinggi yang termasuk pelayanan pendidikan, sosial, dan gizi, yang dilakukan sejak awal dapat membantu mencegah kematian bayi dan ibu serta komplikasi persalinan lainnya (Shiono & Behrman, 1995 dalam Papalia, 2008). Latihan yang rutin memberikan kontribusi pada kehamilan yang lebih nyaman dan persalinan yang lebih mudah (Comittee on Obstetric Practice, 2002 dalam Papalia, 2008).
Mama adalah orang yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Namun, untung saja pada proses persalinan, mama ditemani papa yang ikut membantu menenangkan mama.  Dalam Papalia (2008) dijelaskan bahwa Dr.Grantly Dick-Read (seorang dokter dari Inggris) berpendapat bahwa rasa sakit pada saat bersalin timbul dari rasa takut, untuk menghilangkan rasa takut tersebut, ia menyarankan persalinan alami (natural childbirth). Persalinan alami (natural childbirth) yaitu metode persalinan yang berusaha mengurangi rasa sakit dengan menghilangkan rasa takut sang ibu melalui pendidikan psikologis reproduksi dan pernapasan serta relaksasi selama masa pelahiran.
Mama mengatakan bahwa saya termasuk bayi dengan temperamen slow to warm up. Papalia (2009) mendefinisikan slow to warm up children, yaitu: “Children whose temperament is generally mild but who are hesitant about accepting new experiences”. Ciri-ciri dari bayi dengan temperamen slow to warm up adalah memiliki reaksi dengan intensitas ringan, merespon perubahan dengan lambat, menunjukkan respon awal negatif terhadap stimuli baru, dan kemudian secara gradual mengembangkan rasa suka kepada stimuli baru setelah ditampakkan berulang kali dan tanpa paksaan.
Dengan temperamen ini, saya tumbuh menjadi seorang bayi yang “sedikit rewel”. Saya lebih memilih untuk digendong oleh seseorang yang saya rasa bisa memberikan keamanan seperti mama dan papa. Sehingga saat saya digendong oleh orang “asing”, saya akan cenderung menangis. Temperamen slow to warm up ini yang membuat saya tumbuh menjadi seseorang yang agak sulit untuk beradaptasi. Saya mencoba untuk melihat-lihat terlebih dahulu lingkungan baru saya, hingga akhirnya saya berani untuk bertindak. Hal ini yang saya rasakan saat pertama kali masuk TK dan SD. Saya mencoba melihat-lihat teman-teman yang bermain. Sampai akhirnya saya baru ikut bermain di saat teman-teman saya mengajak saya untuk ikut bergabung.
Respon orangtua saya dalam menghadapi saya sebagai bayi yang rewel adalah lebih banyak bersabar. Mama mengaku bahwa saat masih bayi saya sering menangis di tengah malam. Tapi mama menganggap ini bukan sebagai masalah yang besar justru menjadi sesuatu yang berkesan karena di saat saya menangis tengah malam, tidak hanya mama yang terbangun tapi papa juga ikut bangun dan mereka bergantian menggendong saya sampai saya tertidur lagi. Pada masa awal menjadi ibu, mama mengalami sindrom baby blues, yaitu perasaan cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis karena perasaan ketidakmampuan dalam mengurus si kecil (http://muslimah.or.id/kesehatan-muslimah/baby-blues-syndrome.html). Hal ini terjadi karena pada masa bayi, saya sering mengalami demam. Tapi papa selalu berusaha untuk mengurangi kecemasan mama sehingga sindrom itu bisa berkurang sedikit demi sedikit.
Saya diberikan Air Susu Ibu (ASI) sampai berusia dua tahun. ASI bermanfaat bagi perkembangan saraf (Lanting dkk, 1994 dalam Papalia, 2008) dan bermanfaat bagi perkembangan kognitif (AAP Work Group on Breastfeeding, 1997 dalam Papalia, 2008). Oleh karena itu, mama sangat mengusahakan agar saya bisa mendapat ASI yang cukup. Setelah dua tahun barulah saya diberi susu formula melalui botol. Saya minum susu formula melalui botol (dot) dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu sampai berusia empat tahun. Hal ini karena saya menganggap dot tersebut sebagai benda kesayangan saya. Saya baru berhenti menggunakan dot setelah saya masuk TK dan merasa malu untuk menggunakannya.

4 komentar:

  1. trims infonya, tulisannya sangat menarik dan banyak memberikan pencerahan

    BalasHapus
  2. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi UI 2015, sekarang semester 3 dan jujur web ini ngebantu tugas PsiBang banget. Makasih yaaaaaaaaaaa kakak!

    BalasHapus
  3. saya mahasiswa Fakultas Psikologi UI 2015, seangkatan dengan orang diatas saya, dan setuju dengan pendapat ifandi bahwa ini sangat membantu tugas psibang kami, terimakasih!

    BalasHapus
  4. terima kasih kak, webnya sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas

    BalasHapus