Rabu, 15 Desember 2010

Tugas Analisis Diri Psikologi Perkembangan (Bag.3)

II.4. Early Childhood (ages 3 to 6)
A.  Perkembangan Fisik
Memasuki usia 3 tahun saya mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan. Sebagaimana dijelaskan Papalia (2008), pada sekitar 3 tahun, seorang anak mulai kehilangan bentuk kebayiannya dan mulai mengambil bentuk masa kanak-kanak yang ramping dan atletis. Hal ini disebabkan karena porsi makan saya berkurang. Anak-anak prasekolah makan lebih sedikit dibandingkan proporsi ukuran tubuh mereka dibandingkan dengan bayi (Papalia, 2008).
Di masa early childhood saya masih memiliki kebiasaan mengompol (Bed-wetting). Sebagian besar anak-anak pada usia 3-5 tahun tetap dalam keadaan kering siang dan malam, akan tetapi pada malam hari, peristiwa enuresis (buang air berulang kali pada pakaian atau kasur) adalah peristiwa yang biasa terjadi (Papalia, 2008). Hal ini dianggap bukan sebagai masalah yang serius ketika terjadi si masa ini. Namun pada akhirnya menjadi masalah yang serius karena kebiasaan mengompol ini tidak hilang sampai saya berusia 12 tahun (kelas 6 SD). Berbagai upaya untuk penyembuhan sudah saya lakukan tetapi tetap saja gagal hingga akhirnya berhenti sendiri di usia 12 tahun. Di usia early childhood saya juga mengalami masalah dengan kesehatan gigi. Gigi saya banyak yang berlubang karena banyak makan coklat. Mama terlalu sering menjadikan coklat sebagai reward untuk saya di saat saya mematuhi peraturan yang ada di rumah.

B.  Perkembangan Motorik
Saya masuk TK Islam di usia 4 tahun dan kemudian pindah ke TK Katolik di usia 5 tahun karena TK Islam tersebut ditutup dengan alasan kekurangan guru dan murid serta tidak adanya sumber dana untuk membiayai jalannya TK tersebut. Di tempat saya tinggal tersebut (NTT) mayoritas beragama Kristen Katolik dan Kristen Protestan sehingga akhirnya saya yang menyesuaikan diri untuk mau bersekolah di yayasan tersebut. Di TK, saya tergolong anak yang lincah dan gemar beraktivitas. Menurut Papalia (2008), anak-anak prasekolah membuat kemajuan yang besar dalam keterampilan motorik kasar (gross motor skill), seperti berlari, melompat, yang melibatkan penggunaan otot besar. Seiring dengan perkembangan motorik halus saya, saya sudah bisa untuk lebih mandiri, seperti halnya dalam mengancing baju dan menggosok gigi. Keterampilan motorik halus (fine motor skills) memungkinkan seorang anak kecil untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar terhadap perawatan dirinya sendiri (Papalia, 2008). Di masa early childhood saya sering mangalami gangguan kesehatan ringan, seperti flu, batuk, dan demam. Papalia (2008) menjelaskan bahwa anak usia 3-5tahun biasanya menderita 7 sampai 8 kali flu dan penyakit pernapasan lain setiap tahun. Itu baik bagi mereka, sebab penyakit-penyakit tersebut membantu membangun imunitas alami (ketahanan terhadap berbagai penyakit).

C.  Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, pada masa kanak-kanak awal (dari sekitar 2-7 tahun), merupakan tahap preoperasional. Tahap ini adalah tahap utama kedua perkembangan kognitif, dimana anak-anak semakin kompleks dalam menggunakan pemikiran simbolis tetapi belum mampu menggunakan pemikiran logis (Papalia, 2008). Pada masa ini saya sudah memahami konsep ordinality, yaitu konsep tentang lebih banyak atau lebih sedikit, lebih besar atau lebih kecil. Sehingga jika disuruh mama untuk memilih coklat, saya akan memilih coklat yang berukuran besar. Tahap preoperasional ini juga ditandai dengan egocentrisme, yaitu anak-anak sangat terpusat pada sudut pandangnya sendiri sehingga mereka tidak dapat menerima pandangan yang lain (Papalia, 2008) sehingga kebingungan terhadap penyebab terjadinya sesuatu. Egocentrisme ini yang membuat saya sering protes ketika mama memarahi saya jika saya berebut mainan dengan adik. Padahal mainan tersebut adalah mainan milik saya.

D.  Perkembangan Bahasa
Pada masa ini, saya mengalami peningkatan dalam kemampuan berbicara pragmatis dan sosial, yaitu mengetahui cara menanyakan sesuatu,bagaimana menceritakan sebuah cerita atau gurauan, bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan, dan bagaimana memberikan komentar ke dalam perspektif pendengar (M.L. Rice, 1982 dalam Papalia, 2008). Ini semua adalah aspek dari kemampuan berbicara sosial (social speech) yaitu kemampuan berbicara yang membuat pendengar memahami  apa yang disampaikan. Pada saat saya sudah memiliki kemampuan ini, saya bisa menceritakan kembali pengalaman liburan saya bersama papa mama kepada temna-teman saya.

E.   Perkembangan Psikososial
            Pada usia 4 tahun, saya sudah bisa menyatakan konsep diri saya dihadapan orang lain saat melakukan perkenalan di depan kelas. Saya cenderung mendeskripsikan diri saya sebagai contoh sikap baik dan kompeten. Sebagaimana dijelaskan Papalia (2008), anak-anak di usia ini  tidak dapat mengakui bahwa real-self nya (sosok dirinya yang sesungguhnya) tidak sama dengan ideal self nya (sosok yang diinginkannya). Pada masa ini, pemikiran saya bersifat semuanya atau tidak sama sekali (all-or-nothing). Jika saya bisa menjawab pertanyaan yang diberikan guru maka saya akan langsung menilai diri saya sebagai anak yang pandai. Di masa ini saya juga sudah bisa memahami dan mengungkapkan emosi yang saya rasakan. Saya bisa menunjukkan rasa kecewa saya ketika saya terpaksa lama menunggu karena papa terlambat menjemput saya dari TK. Dalam situasi inilah orangtua diharapkan peka terhadap keadaan emosi anaknya. Pemahaman emosi tersebut memungkinkan mereka untuk mengontrol cara menunjukkan perasaan mereka dan untuk menjadi sensitif terhadap perasaan orang lain (Garner & Power, 1996 dalam Papalia, 2008).
Menurut Erikson (dalam Papalia, 2008), pada masa ini, saya berada pada tahap inisiatif vs rasa bersalah (initiative versus guilt), dimana anak menyeimbangkan hasrat untuk mengejar tujuan dengan keberatan moral yang mungkin dapat menghambat pelaksanaan hasrat tersebut.Virtue-nya adalah purpose, yaitu keberanian untuk bermimpi dan mengejar mimpi tersebut tanpa merasa terlalu terhalangi oleh rasa bersalah atau ketakutan terhadap hukuman (Erikson, 1982 dalam Papalia, 2008). Di masa ini saya belajar untuk membangun mimpi dan tujuan saya. Di masa TK saya mengembangkan semua potensi yang saya miliki dan lingkungan di sekitar saya pun ikut mendukung. Saya suka mengikuti lomba-lomba, seperti lomba menari hula hop, lomba mewarnai, lomba memainkan alat musik angklung, dan lomba mengaji. Orangtua saya dan guru saya menjadi motivator bagi saya.
Dalam masa kanak-kanak awal, kelompok teman sebaya saya memberikan pengaruh besar bagi saya dalam pemilihan teman dan permainan. Pemilihan mainan dan aktivitas permainan serta teman bermain dari jenis kelamin yang sama (Turner & Gervai, 1995 dalam Papalia, 2008). Permainan yang sering saya lakukan adalah functional play (mengandung gerakan otot yang berulang, seperti melambungkan bola), constructive play (permainan yang mengandung penggunaan objek atau materi untuk membuat sesuatu, seperti penyusunan rumah balok), pretend play (permainan mengandung orang atau situasi imajiner, seperti main masak-masakan) dan formal play (permainan dengan aturan, seperti main petak umpet).
Bentuk disiplin yang digunakan oleh papa mama untuk saya adalah reinforcement dan punishment (belajar melalui penguatan kepada perilaku yang baik dan pemberian hukuman untuk perilaku yang buruk). Saya diberikan reward/hadiah setiap kali saya mematuhi peraturan yang ada (makan harus dihabiskan) dan diberikan hukuman jika melanggar peraturan yang ada (bermain hujan). Hukumannya bisa berbentuk hukuman fisik, yaitu penggunaan kekuatan fisik dengan tujuan menyebabkan anak mengalami rasa sakit, bukan luka, untuk tujuan koreksi atau kontrol perilaku anak (Straus, 1994 dalam Papalia, 2008), seperti memukul pantat atau mencubit. Gaya pengasuhan yang diterapkan orangtua saya adalah otoritatif, yaitu menghargai individualitas anak tetapi juga menekankan batasan sosial. Mereka memiliki keyakinan diri akan kemampuan mereka membimbing anak-anak, tetapi mereka juga menghormati independensi keputusan, ketertarikan , pendapat, dan kepribadian anak (Papalia, 2008).
Pada masa ini saya sering mengalami konflik dengan adik saya (rival sibling) tetapi bisa disikapi oleh papa dan mama dengan baik sehingga tidak berujung kepada sesuatu yang negatif. Perselisihan paling awal, paling sering, dan paling intens di antara sibling adalah berkaitan dengan hak kepemilikan – siapa yang memiliki permainan dan berhak memainkannya. Akan tetapi, rivalitas saudara kandung bukanlah pola utama di awal kehidupan antara kakak dan adik. Pada saat rivalitas eksis, muncul pula afeksi, ketertarikan, persahabatan, dan pengaruh, yang merupakan pola utama (Papalia, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar