Kamis, 23 Desember 2010

Tugas Essay Argumentatif



Low Self-Monitoring: Faktor Pendukung Terciptanya Hubungan Romantis yang Permanen

Nama                           : Reza Lidia Sari
Mata kuliah                 : Psikologi Sosial (Kelas B)
NPM                           : 0906560866
Jurusan                        : Psikologi Reguler S-1
Untuk                          : Dian Wisnuwardhani, S.Psi., M.Psi
                                      Nurlyta Hasfiyah, S.Psi., M.Psi
Diajukan                      : 23-Des-2010



Jumlah kata                 : 1110



ABSTRAK
Individu law self monitoring adalah individu yang dianggap lebih konsisten dan teguh pada prinsip, bertingkah laku berdasarkan faktor internal, seperti keyakinan, sikap, dan nilai yang mereka anut. Sedangkan individu dengan high self-monitoring memiliki karakteristik yang fleksibel, bersifat situasional, peka terhadap keinginan orang lain, dan dengan demikian, mereka lebih cenderung untuk memodifikasi presentasi diri mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan Oner (2002) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self-monitoring dan future time orientation in romantic relationship (FTORR). Ini menandakan bahwa partisipan dengan law self-monitoring menunjukkan orientasi masa depan yang lebih panjang dalam hubungan romantis dibandingkan partisipan dengan high self-monitoring. Komitmen yang lebih tinggi yang dimiliki oleh individu dengan law self-monitoring dan kecenderungan untuk tampil apa adanya tanpa manipulasi menjadi faktor yang mendukung terciptanya hubungan romantis yang lebih permanen pada individu dengan law self-monitoring.





Low Self-Monitoring: Faktor Pendukung Terciptanya
Hubungan Romantis yang Permanen

The right person in the right place at the right time” adalah sebuah kalimat yang menggambarkan individu dengan high self-monitoring yang tinggi (Snyder 1995 p.36, dalam Buyuksahin, 2008). Mereka menggambarkan diri mereka sebagai orang-orang yang fleksibel, mudah beradaptasi dan beberapa perilakunya seringkali menunjuk pada faktor-faktor situasional (Snyder, 1976 dalam Prihatini, 1988). Sedangkan individu dengan law self-monitoring  melihat diri mereka sebagai orang-orang yang lebih konsisten dan teguh pada prinsip dibandingkan kelompok individu high self-monitoring, serta memberikan penjelasan-penjelasan yang menunjuk faktor-faktor disposisional untuk perilaku-perilaku mereka (Snyder, 1974, 1979 dalam Prihatini, 1988). Mereka bertingkah laku berdasarkan faktor internal, seperti keyakinan, sikap, dan nilai yang mereka anut (Gangestad & snyder, 1985; Snyder & Ickes, 1985 dalam Baron, 2003). Individu high self monitoring dianggap unggul karena mampu memperlihatkan keterampilan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu low self monitoring (Ickes dan Barnes, 1977 dalam Prihatini, 1988). Namun berbeda halnya dalam hubungan romantis. Individu dengan low self-monitoring cenderung memiliki hubungan romantis yang lebih permanen dibandingkan individu dengan high self-monitoring karena mereka lebih berkomitmen dan tampil apa adanya.
Individu dengan high dan low self-monitoring bisa memberikan reaksi yang berbeda dalam hubungan romantis karena mereka memiliki karakteristik orientasi pada dunia sosial yang berbeda (Leone and Hawkins, 2006 dalam Buyuksahin 2008). Bahkan dalam pemilihan pasangan pun, kedua kelompok tersebut juga memiliki penilaian yang berbeda. Leone and Hawkins, 2006 (dalam Buyuksahin, 2008) menjelaskan bahwa high self-monitor dan low self-monitor memilih pasangan mereka berasarkan kriteria yang berbeda. Sebagai contoh, high self monitors menjadikan status sosial, penerimaan sosial, dan sex appeal sebagai patokan dalam memilih pasangan. Sedangkan law self-monitoring memilih pasangan dengan kriteria seperti jujur, perhatian, bertanggung jawab, setia, dan empatis.
Synder & Simpson, 1984 (dalam Baron, 2003) menyatakan bahwa orang dengan law self-monitoring cenderung lebih sedikit memiliki hubungan romantis yang panjang daripada orang dengan high self-monitoring. Kontras dengan hal tersebut, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Oner (2002) menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Oner (2002) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self-monitoring dan future time orientation in romantic relationship (FTORR). FTORR telah dipertimbangkan menjadi bagian dari FTO (Future Time Orientation), yaitu aspek personaliti yang baik dalam istilah prestasi, perencanaan, dan pemecahan masalah (Mischeal, 1974 dalam Oner, 2000). Secara luas, FTORR diasosiasikan dengan pencarian hubungan yang permanen dan memiliki fokus yang luas mengenai masa depan dari hubungan (the future of reltionship). Penelitian ini terdiri dari responden berjumlah 96 orang laki-laki dan 77 orang perempuan yang berasal dari Middle East Technical University. Penelitian ini mengukur skala future time orientation in romantic relationship melalui alat ukur rancangan Oner yang biasa dikenal dengan FTORR dan pengukuran skala self-monitoring melalui alat ukur rancangan Snyder (1974). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok law self-monitoring memiliki skor yang lebih tinggi (M=29,55 SD=7,52) dalam future time orientation dibandingkan kelompok high self-monitoring (M=25,22 SD=8,06). Ini menandakan bahwa partisipan dengan law self-monitoring menunjukkan orientasi masa depan yang lebih panjang (more extended future time orientation) dalam hubungan romantis dibandingkan partisipan dengan high self-monitoring.
            Individu dengan law self-monitoring lebih berkomitmen dibandingkan dengan individu dengan high self-monitoring. Hal ini disebabkan karena individu dengan law self-monitoring berusaha untuk memegang teguh prinsip dan nilai yang dianutnya. Leone and Hall (dalam  Buyuksahin, 2008) menjelaskan bahwa kepuasan dan komitmen lebih besar kemungkinanya untuk dimiliki oleh individu dengan law self-monitoring dibandingkan yang high self-monitoring. Bercerai dan mengakhiri hubungan lebih sering terjadi pada individu dengan high self-monitoring. Pendapat ini juga didukung oleh Norris and Zweigenhaft (dalam Green,2003) yang mengatakan bahwa individu dengan high self-monitoring lebih cenderung untuk memiliki komitmen yang rendah, sedangkan individu dengan tipe law self-monitoring biasanya memiliki ide komitmen yang lebih baik. Kata-kata komitmen biasanya ditakuti oleh individu dengan tipe high self-monitoring (Green, 2003). Mengingat komitmen yang mereka miliki dan orientasi yang khusus pada keterlibatan romantis, individu dengan law self-monitoring akan melibatkan dirinya pada hubungan romantis yang tidak mudah untuk mengalami pembubaran. Selanjutnya, mereka akan lebih cenderung untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat dan abadi terhadap pasangan mereka (Simpson, 1987). Dibandingkan dengan individu tipe law self-monitoring, individu dengan high self-monitoring memiliki sikap konsisten dan sikap aksesibilitas yang lebih rendah (Wymer & Penner, 1985 dalam Snyder, 2000).
            Selain lebih berkomitmen, individu dengan law self-monitoring juga tampil apa adanya. Mereka menampilkan diri mereka tanpa melakukan manipulasi. Hal ini yang membuat mereka bisa memiliki hubungan romantis yang permanen. Pasangan mereka merasa nyaman berhubungan dengan mereka karena tidak merasa tertipu oleh mereka. Individu dengan law self-monitoring menampilkan diri dengan cara yang mencerminkan sikap otentik, nilai, dan keyakinan mereka, dan menghindari menggunakan manipulasi emosional untuk mempengaruhi orang lain (Barbuto & Moss, 2006 dalam Hall, 2010). Berbeda halnya dengan individu yang high self-monitoring, individu dengan high self-monitoring diarahkan peka terhadap keinginan orang lain, dan dengan demikian, mereka lebih cenderung untuk memodifikasi presentasi diri mereka untuk menarik pasangan dan mengambil keuntungan dari hal tersebut (Hall, 2010). Individu dengan high self-monitoring cenderung menggunakan berbagai taktik ketika mempengaruhi orang lain, termasuk melakukan upaya manipulasi, dan mereka lebih gigih ketika mencoba untuk mencapai tujuan mereka (Barbuto & Moss, 2006 dalam Hall, 2010). Oleh karena itu, individu dengan law self-monitoring lebih dipercaya oleh pasangannya. Pasangan dengan tipe low self-monitors biasanya diberi nilai yang lebih tinggi pada skala trust dibandingkan pasangan dengan high self-monitors (Norris & Zweighenhaft, 1999 dalam Green, 2003).
            Komitmen yang lebih tinggi yang dimiliki oleh individu dengan law self-monitoring dan kecenderungan untuk tampil apa adanya tanpa manipulasi menjadi faktor yang mendukung terciptanya hubungan romantis yang lebih permanen pada individu dengan law self-monitoring. Sedangkan individu dengan high self-monitoring cenderung memiliki hubungan romantis yang kurang permanen karena dianggap kurang memiliki komitmen dan cenderung melakukan manipulasi dalam menampilkan dirinya. Hal ini sejalan dengan karakteristik individu law self monitoring yang dianggap lebih konsisten dan teguh pada prinsip, bertingkah laku berdasarkan faktor internal, seperti keyakinan, sikap, dan nilai yang mereka anut. Sedangkan individu dengan high self-monitoring memiliki karakteristik yang fleksibel, bersifat situasional, peka terhadap keinginan orang lain, dan dengan demikian, mereka lebih cenderung untuk memodifikasi presentasi diri mereka.



DAFTAR PUSTAKA

Baron, R.A., Byrne, D. (2003). Social Psychology (10th edition). USA: Pearson
     Education

Buyuksahin, A.(2008). Impact of self monitoring and gender on coping strategies
     in intimate relationship among turkish university. Journal of Springer Science,
     710-711

Green, M. (2003). Relationship compatibility and romantic relationship. Journal
     of Texas Wesleyan University

Hall, J.A., Park, N., Song, H., & Cody, M.J.(2010).Strategic misrepresentation in
     online dating: The effects of gender, self-monitoring, and personality traits.
     Journal of Social and Personal Relationship, 123, 131

Oner, B. (2002). Self-monitoring and future time orientation in romantic
     relationships. The Journal of Psychology, 420-421

Prihatini,M. (1988). Pengaruh “Self-Monitoring” dan ketrampilan berperan pada
     kecenderungan konflik antarpribadi: studi kecenderungan konflik 
     antarpribadi pada individu high self monitoring dan indiovidu 
     low self monitoring. Skripsi Fakultas Psikologi UI

Simpson, J.A.(1987).The dissolution of romantic relationships: Faktor involved in
     relationship stability and emotional distress. Journal of personality and social
     psychology, Vol.53, 689, 683-685

Snyder, M., & Gangested, S.W. (2000). Self monitoring: Appraisal and
     Reappraisal. Psychological Bulletin, Vol.126, 538-540

Tidak ada komentar:

Posting Komentar